Kamis, 15 Desember 2011

Surat Dari Ruang ICU

Kami, yang menunggu di balik tirai. Menatap saudara tercinta yang kemudian berbalas kebisuan. Dan tiada kata yang bisa terucap dari berlinangnya air mata. "Wahai saudaraku, meski kita tak lahir serahim, walau perawakan kita berbanding terbalik, aku ini tetaplah saudaramu. Famili dalam balutan kasih, Laa ilaha ilallah,".

Malam ini sedang hujan akhi. Tidakkah kau ingin bermain-main keluar? Menghirup udara bebas yang empat hari terakhir ini engkau lewatkan. Akhi yang kami cintai, tidak inginkah engkau mendengarkan gemericik air menyentuh tanah? Mendengar puluhan kodok bernyanyi menunggumu di depan rumah sakit? Sapalah mereka sejenak.

Pertanyaan kami berlalu begitu saja. Ia tersenyum, namun tak sepatah kata pun keluar. Tetap diam dalam dzikir yang mendalam. Mungkin ia sedang bercakap-cakap dengan Rabb-nya. Kami hanya bisa membalas senyum dari balik kaca. Badannya akan dibedah Pak Dokter, kami menggigit jari menahan ngilu. "Semoga rasa sakit dibedah, menggugurkan segala dosa antum akhi,".

Detik berputar amat lambat. Dentang-denting gunting operasi bernyanyi setengah mengejek. Ruang itu tiba-tiba menjadi amat eksklusif. Beberapa pasukan berpakaian putih bersih memasukinya. Wajahnya serius, seperti akan menyerbu sekawanan musuh di hutan belantara. Ya memang harus begitu. Ini masalah nyawa manusia yang dipertaruhkan. Kami dari luar hanya bisa mempersembahkan doa penuh harap. Semoga lancar.

Sembari menunggu, kami bacakan suatu hadist. “Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, ‘Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat di surga.” (HR. Imam Al-Tirmizi).

Di waktu lain Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah.”

Para sahabat bertanya, “Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulullah. Maka Rasul bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi, ia mengatakan, para perawinya tsiqat).

Akhi, betapa kami diajarkan dulu oleh murobbi-murobbi kami. Ketika yang tersedia hanya tiga bungkus nasi, insya Allah atas nama ukhuwah, kami berenam bahkan berdua puluh sekalipun, kami bisa menuntaskan rasa lapar. Di sisi lain, dalam sebuah antrian para pemuda beriman, justru kami saling berebut untuk memberi jalan bagi saudaranya yang lain.

Mudah-mudahan kami adalah orang-orang yang diisyaratkan Allah dalam Al Quran. Hati kami saling bertaut dengan begitu eratnya. Walaupun sekiranya orang kafir membelanjakan seluruh harta mereka untuk memisahkan kami, membuat kami saling membenci, dan akhirnya menggagalkan dakwah kami, niscaya atas izin Allah, kami akan tetap menjalin persaudaraan itu, dimanapun kami berada.

Rasulullah pernah mencontohkan, apabila engkau mencintai saudaramu, maka perlihatkanlah rasa cinta itu. Sesungguhnya kami di sini, selalu menitipkan rasa cinta kami terhadap antum. Biar Allah yang menyampaikan betapa dalamnya rasa ini.

Doa kami selalu tertuju padamu.

(diterbitkan pada flyer Suara Safinah saat penggalangan solidaritas untuk Akhuna Sutiyo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar