Ya, saya paham, saya bukan lelaki yang romantis. Saya tidak berani berucap langsung tentang segala perasaan yang bergejolak. Saya bukan orang yang eksplosif. Saya bukan lelaki yang ekspresif. Saya selalu menyembunyikan banyak rahasia. Meski itu membohongi perasaan saya, tapi justru hal itu menenangkan saya. Sebab, pria yang baik adalah pria yang logis. Berpikir dulu, baru bertindak.
Ceritanya tadi pagi, hari ini, hari yang bertepatan dengan hari Ibu, saya sms mama dengan kalimat yang singkat. "Selamat Hari Ibu, semoga senantiasa sehat selalu. Terimakasih atas bimbingannya selama ini". Bagi saya ini sangat singkat kalau dibanding kemampuan saya menulis puisi.
Mengapa bisa begitu singkat? Karena saya berhadapan dengan orangnya langsung. Saya tidak berani. Saya ingin menumpahkan rasa cinta saya di bawah kolong kasur. Supaya tidak ada orang yang mengetahui. Cuma saya dan Tuhan saya.
Mama saya balas sms itu lama sekali. Sampai saya pulang sholat isya baru ada sms masuk dari mama. Saya senang sekali. Isinya juga bagus: "Terimakasih do'anya dan terima kasih juga kamu selama ini menjadi anak yang baik".
Waw...saya seketika melonjak. Bahagia luar biasa.
Dari dalam lubuk hati saya yang paling dalam, saya ingin sekali mencium mama. Bukan pipinya yang ingin saya cium (karena itu sudah sering), tapi telapak kakinya. Saya ingin seperti orang-orang India yang menundukkan kepala sampai kaki ketika bertemu dengan Ibundanya. Sayang, budaya Indonesia "cukup" dengan cium tangan.
Tapi sepertinya seru juga kalau saya mengikuti jejak Bude saya yang paling disayang sama nenek saya. Beliau kalau mencium tangan nenek saya itu, lama sekali. Kata beliau "diambu". Tangan Nenek saya itu, dibolak-balik diciumin sama Bude saya ini. Ini penghormatan paling keren yang pernah saya lihat.
Hari ini saya juga pergi ke kuburan leluhur. Seperti biasa, saya ke kuburan sendirian. Pertama ke kuburan Abah saya dan kedua ke kuburan Mak Aji saya.
Ternyata, di kuburan itu, rerumputan sudah meninggi. Mungkin karena saya sudah 3 minggu ini tidak pernah mampir lagi. Atau bisa jadi karena curah hujan tinggi, rumput jadi cepat tumbuh. Tapi bagaimanapun, sebagaimana budaya orang Jawa khususnya Jawa Timur, menghormati penghuni kubur menempati sebuah norma tersendiri. Karena menurut kepercayaan, pada dasarnya orang-orang yang mati itu hidup. Hanya saja berbeda alam.
Wallahualam.
Saya nggak tahu lagi harus bilang apa. Saya sedang belajar menjadi makhluk yang santun. Saya ingin benar-benar menjaga emosi, terutama ketika berhadapan dengan orang tua. Pasalnya, karena lingkungan yang membesarkan saya berwatak keras, mau nggak mau, saya pun turut bertabiat keras.
Tapi, tenang saja. Semua ada hikmahnya. Tidak selalu kelembutan itu baik. Tidak selalu juga keras itu jahat. Semua punya nilai masing-masing. Oh iya, saya juga sedang belajar untuk romantis. Tapi kelihatannya susah deh...gengsi saya terlalu besar.
Ceritanya tadi pagi, hari ini, hari yang bertepatan dengan hari Ibu, saya sms mama dengan kalimat yang singkat. "Selamat Hari Ibu, semoga senantiasa sehat selalu. Terimakasih atas bimbingannya selama ini". Bagi saya ini sangat singkat kalau dibanding kemampuan saya menulis puisi.
Mengapa bisa begitu singkat? Karena saya berhadapan dengan orangnya langsung. Saya tidak berani. Saya ingin menumpahkan rasa cinta saya di bawah kolong kasur. Supaya tidak ada orang yang mengetahui. Cuma saya dan Tuhan saya.
Mama saya balas sms itu lama sekali. Sampai saya pulang sholat isya baru ada sms masuk dari mama. Saya senang sekali. Isinya juga bagus: "Terimakasih do'anya dan terima kasih juga kamu selama ini menjadi anak yang baik".
Waw...saya seketika melonjak. Bahagia luar biasa.
Dari dalam lubuk hati saya yang paling dalam, saya ingin sekali mencium mama. Bukan pipinya yang ingin saya cium (karena itu sudah sering), tapi telapak kakinya. Saya ingin seperti orang-orang India yang menundukkan kepala sampai kaki ketika bertemu dengan Ibundanya. Sayang, budaya Indonesia "cukup" dengan cium tangan.
Tapi sepertinya seru juga kalau saya mengikuti jejak Bude saya yang paling disayang sama nenek saya. Beliau kalau mencium tangan nenek saya itu, lama sekali. Kata beliau "diambu". Tangan Nenek saya itu, dibolak-balik diciumin sama Bude saya ini. Ini penghormatan paling keren yang pernah saya lihat.
Hari ini saya juga pergi ke kuburan leluhur. Seperti biasa, saya ke kuburan sendirian. Pertama ke kuburan Abah saya dan kedua ke kuburan Mak Aji saya.
Ternyata, di kuburan itu, rerumputan sudah meninggi. Mungkin karena saya sudah 3 minggu ini tidak pernah mampir lagi. Atau bisa jadi karena curah hujan tinggi, rumput jadi cepat tumbuh. Tapi bagaimanapun, sebagaimana budaya orang Jawa khususnya Jawa Timur, menghormati penghuni kubur menempati sebuah norma tersendiri. Karena menurut kepercayaan, pada dasarnya orang-orang yang mati itu hidup. Hanya saja berbeda alam.
Wallahualam.
Saya nggak tahu lagi harus bilang apa. Saya sedang belajar menjadi makhluk yang santun. Saya ingin benar-benar menjaga emosi, terutama ketika berhadapan dengan orang tua. Pasalnya, karena lingkungan yang membesarkan saya berwatak keras, mau nggak mau, saya pun turut bertabiat keras.
Tapi, tenang saja. Semua ada hikmahnya. Tidak selalu kelembutan itu baik. Tidak selalu juga keras itu jahat. Semua punya nilai masing-masing. Oh iya, saya juga sedang belajar untuk romantis. Tapi kelihatannya susah deh...gengsi saya terlalu besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar