Aku lihat kecantikanmu di balik sejumlah tangkai yang menggantungkan jelita di pucuknya,
Aku lihat senyumanmu di sebuah mahkota yang menebar rekah sehabis disirami si empunya,
Aku lihat pipi merahmu dari kumbang yang berpapasan denganku di persimpangan jalan raya,
Aku lihat kamu di sebuah pekarangan, pekarangan yang kau tumbuhi dengan cinta
Lihatlah. Lihatlah aku di ujung rumahmu,
Rumah besar peninggalan leluhurmu,
Dimana kau menghamba nasib di balik sangkarmu,
Dimana aku hanya bisa memandangimu menangis selalu,
Tidakkah kau lihat lambaian tanganku,
Dari balik jendela kusam tanpa harap panjang itu?
Bersama laba yang sedang sibuk membenahi sangkarmu
Dengan jejaringnya yang lembut seperti sutra beludru
Maaf. Maaf.
Kali ini, aku janji.
Aku segan mengganggumu lagi.
Aku hanya ingin menjenguk
Pekaranganmu
Tempat dahulu kita pernah menjalin waktu
Menjadi pilinan harapan tentang keagungan
Antara sejoli yang tengah duduk di kursi bisu
Mencoba berbicara dalam rindu
Ditemani asa yang beranjak pilu
Sayang,
Ada sesuatu yang tertinggal di pekarangan rumahmu,
Isyarat-isyarat kumbang lalu-lalang
Yang berbisik-bisik tentang kebahagiaan kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar