Sabtu, 31 Desember 2011

Old School

Orang menyebut mereka old school. Yah, saya suka banget sama The Clash dan The Ramones. Pagi ini, setelah saya tidak mendengar lagu itu cukup lama, saya akhirnya dengar lagi. Nostalgia banget deh...Apalagi nada dan liriknya emang asyik buat didengerin. Jadi, sumpah deh, kamu juga mesti dengerin kayaknya.

Jujur, saya jauh lebih suka The Clash daripada Sex Pistols. Meskipun sebagian besar orang menganggap bahwa Sex Pistols-lah yang jauh lebih berpengaruh karya-karyanya. Tapi saya melihat The Clash seperti menawarkan musik dengan cita rasa baru.

Kalau Ramones, emang nyentrik banget ini orang. Saya suka kalau Joey ngomong,"Hey...ho...Let's Go!!". Atau dalam kesempatan lain dia bilang,"One...two...three...Go!". Nendang banget nggak sih. Gila, pokoknya saya selalu bersemangat setelah mendengar lagu ini.

Hey, little girl
I wanna be your boyfriend
Sweet little girl
I wanna be your boyfriend
Do you love me babe?
What do you say?
Do you love me babe?
What can I say?
Because I wanna be your boyfriend

That's it. Lagunya simple sekali. Chord-nya juga simple. Tapi yang paling saya suka dari lagu The Clash ataupun Ramones adalah mereka tidak melulu menampakkan wajah kerasnya, meskipun mereka adalah pemberontak kemapanan. Ada sebagian lagu yang bisa membuat kita terharu, ikut hanyut perasaannya.

Beberapa lagu favorit saya:

Ramones: "Blitzkrieg Bop" (ini favorit saya banget...), "Sheena is A Punk Rocker" (pernah dinyanyiin Green Day, Blink 182 dan Soneta Group, "i wanna be sedated" (ini juga favorit sangat!), "rock and roll in high school", "baby, i love you".

The Clash: "London Calling" (Aduhhh...saya gak bosen-bosen dengar lagu ini. Apalagi lihat gaya mereka, alamak, ngefans berat ane gan! Apalagi pas lirik "All that poney beatlemania has bitten the dust"), "Train in Vain" (lagu serasa vanila), "i fought the law" (pernah dinyanyiin Green Day, Blink 182, dan OM Monata), "Should i stay or should i go" (keren liriknya) dan beberapa lagu aneh (menurut ukuran musik punk rock) yang menurut saya keren banget seperti "Bankrobber", "Hitsville UK", "Magnificent seven" dll.

Berikut saya lampirkan selirik lagu Should i stay or should i go:

Darling you got to let me know
Should I stay or should I go?
If you say that you are mine
I’ll be here ’til the end of time
So you got to let me know
Should I stay or should I go?  

Sudah Kubilang Apa...

Tuh kan, sudah kubilang apa. Aku tidak sepengecut seperti kebanyakan orang kira. Memang sih, aku agak pemalu, tapi aku berusaha menjadi lelaki sesungguhnya. Salah satu jalannya menurutku adalah menepati janji. Di samping beberapa nilai-nilai keberanian yang sedang aku pelajari otodidak.

Meskipun mendahulu satu jam dari jadwal yang ditentukan, toh...aku juga bisa berbuat sesuatu demi kemerdekaan berperasaan. Sebenarnya juga bukan hal yang terduga lagi. Karena itu semua sudah ditebak dengan mudah. Hanya saja, aku perlu berpikir ulang, apakah tindakan ini benar-benar berasal dari hati nurani, dan apabila aku melepaskannya, hal itu benar-benar membuat hati nuraniku bahagia.

Itulah yang aku cari selama ini. Kebahagiaan batin bagiku adalah segalanya.

Aku tahu perkataan itu akan mengganggu semuanya. Tapi aku juga tidak memungkiri bahwa perkataan itu bisa jadi penyemangat baru dalam kehidupan semuanya. Aku harap yang terjadi adalah yang kedua.

Yang pasti, semenjak malam ini, sudah ada pencerahan baru. Aku berharap kita sama-sama memperbaiki diri. Kalau ditanya, kemana kita setelah ini? Aku akan menjawab,"Kita tidak akan kemanapun kawan...". Kau tetap kawan terbaikku. Biarkan kepalaku bersandar di pundakmu untuk beberapa waktu, sampai aku bisa berdiri tegak kembali, menyingkirkan segala rintangan yang ada di depan mataku.

Janganlah jadi beban pikiran atas apa yang terjadi malam ini. Tenang saja kawan. Kita akan tetap berdiskusi seperti biasa. Kita akan tetap bisa melihat sesuatu penuh dengan canda tawa seperti yang biasa kita lakukan. Aku mau, hal itu tidak berubah. Aku mau, kita tetap pada jalan-jalan yang masuk akal. Aku tidak mau, salah satu dari kita ada yang celaka sebab kejadian ini. Entah apa yang terjadi nanti, aku tidak peduli sama sekali. Aku sekedar memperjuangkan kebebasan berperasaan.

Hepi Nyu Yir

Hepi Nyu Yir..
Hepi Nyu Yir...
Hepi Nyu Yir...

Taqoballahu minna wa minkum...

(koyoke wong iki salah lihat tanggalan...)

Rotasi

Apa kata matahari saat melihat bulan
Tentu kita bertanya

Apa kata bulan saat melihat matahari
Tentu kita bertanya

Bulan itu datang dengan cahaya
Yang redup tapi menyejukkan
Sementara matahari diam
Dalam panas yang dipendam
Pada hati yang tak bisa bicara

Apakah kau tidak lelah wahai sang rembulan?
Matahari diam penuh tanda tanya
Di balik nyala api yang terus menjilat
Cahaya malam menuntaskan semua kerisauan

Bulan dan matahari baru saja berjumpa
Di persimpangan jalan
Di antara komet-komet yang bersilangan
Mengelilingi kebahagiaan mereka

Siapakah yang sanggup memisahkan keduanya?
Andaikata, ada yang cukup menggantikan matahari ini
Silahkanlah bulan memilih
Siapakah yang berhak menjadi siang bagi hari-harinya

Rabu, 28 Desember 2011

Edisi Ketiga

Oh men...saya lupa kalau saya masih punya tanggung jawab terhadap diri saya. Ada sebuah majalah yang belum saya garap sama sekali. Majalah itu masuk edisi ketiga dari lima edisi yang saya rencanakan terbit. Majalah ini tetap setia di jalur "do it by myself". Saya sungguh-sungguh tidak sabar, karena edisi kelima menjadi avant-garde bagi semua karya yang pernah saya lahirkan.

Saya masih sibuk mengerjakan TA (padahal juga nggak sibuk-sibuk banget. Paling galau-galau sendiri, hehe). Hari ini mudah-mudahan ada peningkatan sehingga saya bisa beranjak ke fase selanjutnya. Kalau hari ini saya jadi asistensi dengan dosen, sepulang dari sana, saya langsung garap majalah ini. Sudah sebulan lebih keleleran nih.

Kenapa saya begitu idealis sekali menggarap majalah yang tidak jelas antusiasme-nya dimana. Saya memang tidak hendak mencari pujian. Tanpa majalah ini, nama saya sudah kesohor sebagai penulis (sombong sekali kau anak muda...hehe). Tapi majalah ini seperti oase bagi saya yang jengah terhadap kemandegan. Saya ingin memberikan persepektif baru dalam pemikiran mahasiswa. Biar suatu saat nanti, tidak makin banyak robot-robot multinasional company yang lahir dari gedung Grha ITS.

Saya tahu, apresiasi menjadi harta paling berharga bagi semua seniman/sastrawan/para penggiat aktivitas kreatif lainnya. Saya sadar, saya tidak pernah diapresiasi. Karya saya juga tidak dipedulikan. Tapi tenang saja, menghadapi hal seperti ini bukan sekali dalam hidup saya. Justru saya menganggap, seberapa jauh idealisme saya dapat bertahan dalam kemunafikan ini. Saya ingin tetap hidup lurus dalam hati yang damai.


*ditulis sambil mendengarkan Five Corporation

Selasa, 27 Desember 2011

Kuliner

Tadi malem, eike rihlah sama jeng-jeng liko ke Rumah Makan Agis (depan masjid Agung persis). Eike sama Riki dateng telat akibat eike ketiduran. Eike capek, tadi siang rumah eike disatroni sepupu-sepupu eike yang luthu-luthu. Dan seperti adat kebiasaan, eike pasti ditarikin pajak. "Maasss Septii...ayoo. Beliin es grimmm...". Semakin bangkrut lah eike. Kalau tidak dituruti, nyawa eike bisa terancam. Tapi demi nak-kanak childern yang manis-manis ini, duit eike yang warnanya biru, eike relakan saja melayang tanpa bekas (maksudnya, dengan sedikit kericikan kembalian dari kasir).

Sebelum eike masuk ke inti permasalahan, eike mau cerita dulu nih tentang sepupu-sepupu eike. Kemarin ada Hanin, Hanif, Hakam, sama Rico (nama aslinya Rizal Choirul Abidin <gak pake domba>). Tiga nama pertama yang berinisial H itu adalah saudara sedarah. Nah, yang terakhir, si gendut Riko Mariko Chan, ini beda darah. Sebenarnya ada lagi segerombolan. Adek Aik sama Adek Erly. Kalau mereka datang, niscaya kiamat tinggal menghitung hari.

Untung dia lagi sibuk main sama teman-temannya di rumah.

Hellooowww...eike lupa ngasih tau. Selama dua minggu ke depan, adalah hari libur bagi anak-anak sekolah. Senangnya mereka, sementara eike merana terus dirazia Satpol PP. hehehe.

Sudah menjadi tradisi, kalau eike tertangkap basah di rumah sedangkan mereka tertangkap basah ke rumah, maka eike akan digelayutin. Tapi mereka bukan Tarzan, mereka cuma merengek-rengek. Entah itu, minta main komputer, nyalain DVD, main LEGO, main ular tangga, main bola di dalam rumah, sampai main petak umpet. Pokoknya eike dipaksa harus ikut. Dan seringkali dikadali mereka. Kasihan benar nasib eike.

Tapi yang paling mengenaskan itu adalah tagihan pajak. Kalau Aik dan Early pasti minta Es Magnum. Kadang eike tawar-menawar. "Gimana kalau es goyang aja. Atau es-es yang harganya seribuan lho yiiikkk). Mereka tetap bersikukuh. Nyawa eike terancam lagi.

Kalau Rico minta beli permen. Pasti permen yang dipilih seputar permen-permen bungkus plastik yang bagus-bagus. Kadang-kadang permen karet. Anak ini nggak bisa diajak kompromi juga. Dia tahu kalau permen-permen itu harganya mahal dan pastinya enak. Dia gak mau tuh, permen-permen kayak relaxa, kopiko dll. Tapi ada senengnya eike sama dia. Dia bisa eike ajak maen ke Warnet ataupun Rental PS. Hehehe. Nafsu main game sepak bola memuncak. Pilih mana, Winning Eleven atau PES? Atau kita main Counter Strike PB saja?

Kalau tiga orang yang berinisial H, tidak banyak neko-neko. Nah, ini yang eike suka. Mereka bisa diajak kompromi. Terutama Hanif. Dia gak pernah protes kalau eike beliin sesuatu. Gimana mau protes, dia kan masih 2 tahun umurnya. Ngomongnya aja masih belom lempeng. hehehe. Yang agak radikal cuma Hakam, maklumlah...cowok:D

Ya, begitulah eike dengan sepupu-sepupu eike yang luthu-luthu itu. Sebenarnya ada satu lagi sepupu yang masih kecil dan akrab. Tapi bukan dari garis Ibu. Namanya Rozik. Kalau eike dateng, dia paling seneng nggojloki semua tim sepakbola kesayangan ente. Lazio, Arsenal, Barcelona, dan PERSIJA. You know, dia hafal Mars-nya BONEK.

Bonek Viking sama saja...
Asal jangan The Jack
The Jack itu An****...

Yah, namanya Bonek, kata-kata An***** dan Jan*** itu sangat santer terdengar sebagai Mars perjuangannya Bonek-bonek koplak. Lah, eike mah nggak peduli. Yey mau katain eike kayak gimanapun, eike tinggal tutup kuping.

Tapi so far, Rozik ini sering eike ajak nonton bioskop. Maklum, eike emang jarang nonton di bioskop. Masak, ke bioskop sendirian, malesnyaaa...Mangkannya eike ajak dia nonton. Terus eike juga ngajak dia nonton bola di Gelora Delta. Eike gak berani bawa motor ke Gelora Sepuluh Nopember. Pelat motor eike "B".

Kembali ke pohon...

Setelah Pak Dhika selesai sholat di masjid, kita akhirnya berangkat keluar tanpa tujuan. Menentukan pergi ke Agis terjadi pada saat di perjalanan melalui voting yang amat ketat antara pendukung WAPO Unair, AGIS, dan Warung Rahayu Keputih (lho?!?! Siapa makhluk yang menjadi pendukung Rahayu ya?). Akhirnya atas rekomendasi Avatir maka diputuskanlah Agis sebagai win-win solution antara pemerintah dengan pihak oposisi. (halah...mendem ta kowe iki?)

Capcus jenggg...

Jujur, eike tak pernah makan di Agis, meskipun sering ke Masjid Agung dan rumah eike dekat sana. Kelas eike masih Rahayu, Mak Dami, warung Pink, dan restoran-restoran terbaik di kota metropolis KEPUTIH. Pas eike tahu, wih...gede juga ya tuh resto. Eike seperti biasa cuma kaosan ke resto yang lumayan elit itu. Ah, eike mah nggak peduli, kan yang penting bawa duit (tapi gak bawa dompet, sama aja...hehe).


Rihlah ini menggunakan uang kas liko yang bentuknya recehan dan dikumpulkan dalam waktu 2 tahun lebih. Gileee...sebuah perjuangan penuh darah dan keringat untuk bisa sampai pada restoran ini. Terakhir kali kita rihlah kuliner, pada jaman saat Wildan masih masuk liko sebelum dia di Pepeesdeemes. Gile men, dua tahun lalu. Jaman eike masih langsing dan seksi.

Kita cari tempat duduk. Dapat. Kemudian dilakukan pemilihan menu. Kami semua bingung. Di sana, terjadilah sesi wawancara dengan waiter-nya. "Mas...ayam koloke itu kayak gimana ya (ah ndeso sekali, ayam koloke tidak tahu, kata abang-abangnya)" "Terus mas, lemon squash itu apa ada hubungan spesial dengan olahraga tenis squash?" dan pertanyaan-pertanyaan bodoh lainnya.

Dan pertanyaan bodoh terakhir adalah "Mas...kalau pesan kepiting ini nggak kenyang dong. Masak nggak ada nasinya". Helloooww..masak tega benar, kepiting itu digado secara brutal tanpa menggunakan nasi. Nasinya dibeli terpisah Om...hehehe

Sangking antusiasme yang tak terkendali saat makan di restoran ini, semua hal jadi hal yang menarik untuk difoto. Waiter difoto, satpam difoto, ada kolam difoto, kamar mandinya difoto. Terus sesi foto-foto berlanjut pada foto keluarga liko kami. Semua gaya ada. Gaya pemain kesebelasan, gaya turis pantai, sampai gaya ababil yang menahan nafas, rambut disisir miring (poni lempar), mata melirik meleng, sambil menempelkan jari telunjuk di bibir. Sempurna...

Makanan juga menjadi target paparazzi berikutnya. Semua makanan yang terhidang difoto. Baik secara menyuluh maupun close-up. Kata Pak Lurah, sebagai Bendahara Umum DPP Partai Liko Paling Aneh Sedunia ini, "Foto-foto iki buat LPJ-an rek. Biar gak kenek audit dari BPK terus kecekel KPK".

Mari kita mulai peperangan gaya bebas...

Tangan kami mulai beraksi menggerayangi tubuh udang windu dengan penuh kebrutalan. Bandeng goreng mulai dijamah melalui kekejaman garpu. Ayam koloke dibantai oleh kekuatan maha dahsyat. Begitu juga nasi di dalam bakul, diborong habis. Dalam sekejap, pertumpahan darah terjadi dimana-mana. Setiap bola mata kami masih liar mencari ladang pembantaian yang kosong.

Masya Allah. Hard liner kabeh arek-arek iki. Aku sisan seh. hehehe

Terakhir adalah klimaks dari segala kegilaan yang berlangsung. Karena pembiayaan dari Rihlah ini adalah hasil dari swadaya para serdadu liko, maka bentuknya amat sangat picisan alias recehan. Sungguh eike masih tertawa sampai detik ini. Sebab waiter yang nasibnya sial karena menerima tamu yang lumayan menjengkelkan ini, mendapati Bill-nya dibalas dengan uang recehan. Bisa dibayangkan, totalan 360 ribu dengan uang recehan. Sampai Pak Lurah, yang juga bendahara DPP Aliansi Mahasiswa Sulit Lulus Untuk Kemerdekaan Berekspresi, memberikan bundelan uang yang dikareti. Tebal sekali. hehehe.

Hari ini eike bersemangat lagi!

Besok, semoga rihlah dengan adek-adek menjadi kenyataan. 

Minggu, 25 Desember 2011

Gugup

Sore belum juga datang
Mengapa bulan menutupi rasa canggungnya
Melalui awan yang beriring menyibak
Menabrak cuaca menjadi mendung

Matahariku bersinar dari kejauhan
Aku tahu dia pasti datang
Dari balik punggungku yang lemah
Seakan satu juta beban menimpa

Mungkin telah terjadi
Dimana gerhana tanpa diketahui
Setiap apapun makhluk di bumi
Membuat orang makin penuhi otaknya dengan kira-kira

Matahari hendak menyelimuti bulan
Dari kedinginan malam yang kelam
Kini telah redup menerangi cawan
Kemudian tutup pintu berlalu diam

Tanya

Maafkan aku,
Atas ribuan tanya yang menghujam di dada
Tanya yang kutebar tanpa tanda-tanda
Akan terjawab

Aku yakin
Engkau mulai paham sekarang

Aku senang
Engkau mulai menerima keadaan

Memang begitulah seharusnya
Ini menyangkut hari depan yang tak gampang
Janganlah sekali-kali mengecoh akal pikiran
Dengan nafsu sesaat

Marilah kita perbaiki lagi
Diri kita seperti yang dikehendaki semula
Semakin lama waktu kita
Sewajarnya semakin jernih perilakunya

Aku yakin engkau paham
Karena aku akan tetap
Menebar tanda tanya yang kadangkala
Menusuk terlalu dalam di dada

Tetaplah menjadi yang terbaik
Di sisiku
Aku tidak menuntut lebih
Karena kedewasaan lebih aku butuhkan
Ketimbang eforia tak terkendali

Komitmen

Ya Tuhanku...

Jagalah selalu komitmen ini

Hingga pada saatnya nanti

Aku akan melunasinya kepada yang berhak

Seven Pounds

Gara-gara film seven pounds (kemudian dilanjutkan dengan iseng nonton El Clasico), saya kesiangan bangun. Ya Allah..sudah berapa kali saya sering kesiangan. Entah kenapa, akhir-akhir ini, saya kena amnesia. Eh, salah. Insomnia maksud saya. Gara-gara kesiangan itu, saya jadi telat pergi ke Bungurasih sama AA Yuda yang ngganteng dan baik hati itu. (Yud...mbayaro nang aku. Wes tak kasih image apik iki. Meski rodo mbujuk, hehe)

Tapi, sumpah, film itu keren banget. Saya emang suka banget sama Will Smith. Aktingnya keren (kayak saya, hehe). Terus udah gitu, alur ceritanya, meski membingungkan tapi cukup membuat orang deg-degan. Saya jadi teringat Jumatnya saya nonton Hot Fuzz, film yang bikin saya ngakak sepanjang pertandingan.

"Heellloooo..kenapa kamu jadi sering nonton film???"

"Maaf Bu...saya lagi frustasi"

Saya sebenarnya ndak begitu suka nonton film. Apalagi sinetron, atau apalah itu namanya. FTV? ya, ya itulah...Saya lebih suka mendengarkan musik. Itu jauh lebih nikmat. Dan yang paling nikmat dari itu semua adalah membaca buku. Tapi kadang-kadang, nafsu membaca buku saya kalah oleh nafsu nonton film. You know lah...kalau kita baca buku kan, kita mengkhayal-khayal apa yang terjadi. Sementara kalau film kan dramatisasinya jelas karena visualisasi berbicara banyak.

Seven pound sendiri ceritanya tentang...apa ya, aku kok bingung. Pokoknya intinya dan poin utamanya adalah...hmm. Tentang seseorang yang ingin mendonorkan segala hal yang berharga dalam hidupnya yang selama beberapa waktu terakhir ini sangat makmur dan serba ada. Tapi kecelakaan yang telah merenggut beberapa nyawa akibat kecerobohannya (nyetir sambil sms-an) membuat dia merasa bersalah. Singkatnya, dia putuskan mengabdi kepada beberapa orang-orang baik yang hidupnya sengsara yang ia pilih secara acak untuk ia berikan organ tubuhnya, hartanya, cintanya, dan segala yang ia miliki. Keren banget deh...Heroik!

Kembali ke pohon..

Ini cerita yang benar-benar mengena di hati nurani saya. Tadi pagi, saya pergi ke nikahannya Bundo Upik di daerah, entahlah...pedalaman sekali. Saya berangkat dengan AA Yuda dan Mas Teguh. Orang kedua yang saya sebut adalah kawan baik saya semasa di LM dulu. Dia pernah nyapres BEM ITS membawa gerbong HMI yang lumayan sukses. Namun, masih kalah sama Ersyado Gillardino Ora Iso Opo Opo yang juga masih kawan plek saya.

Teguh sedang kesepian. Sebab teman-teman LM sudah mencar entah kemana saja. Tinggal saya yang bodoh ini masih mengendap di kampus, ora lulus-lulus (pancen macan kampus kowe, seperti jare Pemuda Harapan Bangsa). Jadilah Teguh meminta saya untuk nunut budal bareng. Padahal aku yo ora tau merono. Cuma, aku iki menang guaya tok. Kepedean gitu. Sok tau pula. Pokoke sing welek-welek lah.

Tadi janjian jam 6 pagi di Bungur. Untungnya, entah jodoh, entah takdir, entah hukum karma, saya dipertemukan dengan makhluk ini. Pertama kali ketemu tanggapan saya adalah: "Arek iki ora berubah blas rek. Tetep ae cengengesan ra jelas". Rek, aku wes suwi ra ketemu de'e. Untungnya langsung ketemu. Padahal niatnya, kalau memang tidak ketemu, saya mau pergi ke resepsionis terminal. "Halo...halo...yang namanya Teguh. Harap segera ke jalur lima. Bisnya tolong dicuci dulu". hehehe (guyon guh...guyon...).

Berhubung bus langsung berangkat, awak dewe tanpa tedeng aling-aling langsung mlebu ae nang bis jurusan Ponorogo. Begitu petunjuk dari Eyang Didi dan Mbah Upik tentang jalan menuju janur kuning mereka. Wes ta...pokoe aku ora ngerti blas. Sami'na waatho'na ae.

Sepanjang perjalanan, ada banyak orang yang berdiri. Ada laki-laki, ada perempuan, ada tua, ada muda, nano-nano lah. Pertama sih saya masih biasa-biasa saja. Maklum, saya baru menikmati duduk (setengah duduk ding, karena saya gak uman panggon, sebelah saya gede-gede) dan perjalanan kabarnya menempuh waktu lima jam. Jadi saya lebih bertahan di tempat duduk, meskipun sangat tidak nyaman.

Tapi makin ke sana makin banyak yang berdiri. Ah...saya jadi malu mau ceritakan ini. Saya seperti penjahat nurani saja. Saya biarkan nurani saya menggonggong, tapi saya hanya menganggapnya seperti kafilah berlalu. Padahal saudara-saudara, di depan mata saya ada seorang Ibu sedang berdiri. Ya Allah...kenapa saya egois banget. Egois-egois-egois...Sungguh teganya dirimu-dirimu-dirimu...

Saya seperti kehilangan jiwa saya. Padahal, dulu pas jaman sekolah, saya paling hobi naik bus kota. Juga paling hobi berdiri kalau keadaan duduk. Bagi saya, pantang hukumnya, seseorang lelaki berpakaian seragam sekolah tetap duduk di kursi dengan nyaman sementara ada ibu-ibu atau orang tua renta yang berdiri. Meskipun dari wajahnya tidak terlihat ada tanda-tanda kelelahan karena berdiri. Saya juga yakin mereka tidak akan meminta "Mas...Mas...saya ini Ibu-Ibu. Tolonglah kasih saya tempat duduk". Mengenai memberi tempat duduk, seharusnya sudah menjadi kesadaran. Tapi di dalam otak saya pada perjalanan kali ini adalah "Podo-podo mbayare, yo podo-podo mikir awake dewe masing-masing. Siapa cepat dia dapat".

Dari kejauhan aku lihat nuraniku menangis di sudut tembok. Aku benar-benar tak punya harga diri!

Kejadian kedua ternyata belum juga bisa menyadarkan saya. Waktu itu, naiklah seorang Ibu menggandeng anaknya yang masih Balita, berjilbab...imut-imut pula. Ya Allah...saya pun belum sadar. Sama sekali masih dalam kesombongan. Saya nggak bisa lagi ngelanjutkan cerita ini. Karena saya butuh waktu sekitar 10 menit, untuk mengembalikan kesadaran nurani saya yang pingsan karena mati terisak-isak.

Barulah Teguh berdiri memberi tempat duduk kepada Ibu itu. Waktu itu perjalanan masih sampai Mojokerto. Alias sepertiga perjalanan. Saya sebenarnya tidak tahu kalau Teguh berdiri sampai Yuda memberi tahu: "Bah, Bah, Teguh ngadek". Saya langsung melihat dia berdiri sambil tersenyum menatap wajah saya.

You know, apa yang saya lakukan setelah itu?

Saya cuek sambil kembali menyandarkan punggung dan kepala saya dengan nyaman. (ini adalah salah satu yang terhebat di antara kebodohan-kebodohan tingkat tinggi yang saya lakukan pada minggu ini)

Nurani saya masih kuat bangun ternyata. Ia menggedor-gedor lagi hati saya. Ia menuntut saya melakukan apa yang menjadi aspirasi bagi Rakyat Nurani yang melarat itu. Saya masih dalam logika berpikir yang mbulet. Saya masih mikir untung-rugi seperti "berapa lama nantinya saya berdiri?" "Apakah bis ini akan penuh terus seperti ini?" "Apakah...apakah...apakah...dan banyak pertanyaan yang ngguilani puol berkecamuk di dalam hati saya.

Setelah lima menit akhirnya saya mencolek Teguh. "Guh..Guh...Panggilen Ibu-Ibu iku. Suruh duduk sini". Akhirnya saya berdiri lumayan luama (agaknya berlebihan...karena saya dulu biasa bermain bola berjam-jam. Main bola =  berlari. Saat ini aku hanya berdiri. Memang dasar mentalku saja yang kurang waras). Tapi saya senang! Semua ada hikmahnya. Segala ketakutan saya pun usai. Setengah jam terakhir perjalanan, saya bisa duduk dengan nyaman dan lapang. 

Jadi, kenapa kita perlu takut untuk berkorban? Kenapa kita perlu menunggu orang lain berkorban dulu baru kita turut berkorban? Kenapa kita selalu menghitung-hitung, sementara Tuhan yang Maha Adil saja tidak pernah meminta perhitungan atas nikmat yang kita dapat sehari-hari?

Saya sedang mengulang-ulang pertanyaan itu di dalam benak saya. Mudah-mudahan, saya sadar.

*ditulis sambil menikmati "Killing In The Name". Ya Allah...Mau ditaruh mana rasa malu saya ini. Hari ini nuraniku pingsan. Bagaimana dengan esok hari. Akankah aku masih diizinkan memiliki harta berharga itu?*

Sabtu, 24 Desember 2011

Ikrar

Sore ini,

Sekali lagi saya tidak berani berikrar dengan tegas

Di hadapannya

Jumat, 23 Desember 2011

Rabiah

Aku rindu Rabiah
Ketika menunggui tuannya
Sambil berselimut tudung hitamnya

Aku rindu Rabiah
Memenggal kepalanya jatuh ke tanah
Sepanjang waktu
Seakan ia telah mampu mengelabui bulan dan matahari

Aku rindu Rabiah
Menyendiri tanpa mau dikenali
Membuka kotak pandora
Bersamanya hingga akhir zaman kelak

Adakah Rabiah itu?
Aku hendak menjadi pengikutnya

Don Quixote

Aku adalah Don Quixote
Kesepian menemani mimpi-mimpi indah

Aku adalah harapan yang tak kunjung sanggup terbeli
Berlari dari kenyataan menuju khayalan sempurna

Ya,
Aku adalah Don Quixote
Tumpukan buku di rumahku, juga adalah tumpukan buku di rumah Quixote

Aku hanya serpihan cerita
Dalam sebuah epik indah tentang harapan
Semu
Tentang cita-cita
Epos kepahlawanan
Memberi akik tersendiri bagi cinderamata kesetiaan hidup
Yang sekali lagi: Semu

Aku akan melawan kincir itu
Sebagaimana kebodohan telah memenangkan
Pergulatan intelektualku

Aku akan melawan kekanak-kanakan itu
Dengan kedewasaan yang berarti juga
Bunuh diri permanen

Aku dalam kebingungan
Aku dalam kebimbangan
Aku dalam ketidakpastian

Saat aku mati nanti
Semoga saja sempat bertobat

Padahal

Padahal kita dekat
Mengapa kita terasa jauh

Padahal kita tahu
Mengapa kita sembunyikan

Padahal kita ingin
Mengapa kita menahannya

Padahal kita sama
Mengapa kita tidak berusaha
Memperbanyak kesamaan-kesamaan itu
Ketimbang memutusnya menjadi perkara
Yang biasa-biasa saja

Aku heran dengan diriku sendiri
Mengapa keberanian itu tak lagi muncul
Untuk memperjelas segala misteri ini

Merpati

Merpati yang biasa membawakan surat itu
Kini telah mati

Pantas saja,
Beberapa waktu terakhir aku menunggunya
Dia tak kunjung datang

Hari ini, hari besok, dan seterusnya
Aku menunggu Tuhan
Menghidupkan merpati itu sekali lagi

Harap

Masih adakah harap tersisa untuk diriku?
Aku tahu, harapanku mengandung kesia-siaan

Wajar...aku pun sadar

Aku tak menggapaimu
Seperti burung menggapai awan

Aku tak mengejarmu
Seperti paus menyusuri samudera

Aku malu
Malu dengan diriku
Karena sifat maluku ini
Adalah perhiasanku yang paling membanggakan
Sekaligus menyulitkan

Biarlah aku merundung maluku ini
Tapi
Aku masih berharap engkau menggoda maluku ini
Dengan segala sifat lembutmu

Di Balik Bola Mata

Kita belum sempat berpapasan
Karena kita memang tak sempat

Tapi, apa yang ada di dalam bola mata
Tetaplah berputar sebagaimana sediakala

Aku sekedar ingin tahu
Apapun yang ada di balik bola matamu itu
Semoga saja aku

Semoga!

Milikmu

Air yang mengguyur itu
Milikmu
Petir yang menyambar itu
Juga milikmu

Aku ingin sekedar memberitahumu
Meski apa yang kita lalui
Hanya beberapa hari saja
Tapi aku saat ini adalah
Milikmu jua

Meskipun aku hanya bisa memandangi hujan
Dari balik jendela
Walaupun aku hanya bisa mendengar gemuruh
Dari balik atap

Dan aku tak berani keluar untuk menyapamu
Biarlah...
Aku sembunyikan ini untukmu
Sampai engkau sadar
Bahwa aku adalah milikmu jua

Kamis, 22 Desember 2011

Syahwat

Syahwat itu nafsu. Tidak boleh disalurkan sembarangan. Lagipula kata itu terlihat sangat tabu. Bagi banyak orang, syahwat berarti hasrat. Lebih dekatnya hasrat seksual. Tapi bagi gua, yang namanya syahwat itu, segala hal yang membuat kita lupa diri. Lupa eksistensi kita sebagai manusia, makhluk lemah dan punya tanggung jawab terhadap penciptanya.

Hari ini gua telah melampiaskan syahwat itu...

Masya Allah...

Woyy...Jangan mikir ke arah meriam jagur aja. Jorok banget sih lu. Gua kan bilang, yang namanya syahwat itu apapun yang membuat kita lupa diri. Orang yang hobi makan sampai badannya jadi gentong, itu syahwat. Ibu-ibu yang buas ketika melihat diskon di Ramayana, itu syahwat. Pemuda yang hobi banget cangkruk sampai pagi, itu juga syahwat.

Ayooo...coba tebak, apa syahwat gua?

"Hussshh...saru tau!"

Gua paling nggak bisa menahan diri kalau ada buku bagus keleleran. Apalagi kalau ada obral besar-besaran di sebuah toko buku. Insya Allah, saya akan belajar sejauh dompet saya mampu bernapas.

Siang tadi, karena nunggu dosen nggak dateng-dateng, saya akhirnya pergi ke Togamas. Niatnya sih beliin kado buat Si Upik yang nikahan besok minggu. Tapi yang namanya syahwat, nggak mungkinlah gua ke sana, kemudian pulang dengan tangan hampa. Pastilah harus ada tumpukan buku yang saya borong.

Meskipun sebenarnya gua lagi miskin. Cuma ada 150 ribu di dompet. (sebuah hal yang sangat memalukan bagi seorang pemborong buku).

Pertama masuk toko buku, tujuan utama saya adalah buku-buku umum terutama yang mengarah ke sosial, politik, atau budaya. Saya pasti berlama-lama di sana. Tentu saja karena saya pintar mencari posisi paling wenak untuk baca gratisan. wehehehe.

Apakah sudah puas?

Belum. Sangat belum puas.

Baru setelah itu saya pindah ke ruang sastra. Saya agak males di sini. Karena telalu banyak buku. Sementara saya mencari sastra tingkat tinggi yang ditulis oleh penulis-penulis langit pula. Kalau saya harus mencari satu per satu. Wegah...

Kemudian pindah ke ruang agama. Jujur akhir-akhir ini saya nggak begitu tertarik membeli buku-buku agama. Beda dengan dahulu yang keranjingan sekali. Kenapa sebabnya? Karena saya sudah melampiaskan dengan meminjam sepuasnya di Perpus Masjid. Saya bisa meminjam enam buku sekali pinjam dengan batas waktu terserah saya (karena saya sudah kenal deket dengan penjaganya, wehehehe).

Barulah ketika sampai di dekat ruang buku agama, saya membaca sebuah pengumuman kecil di atas tumpukan buku. Berhubung mata saya makin hari makin buram akibat terlalu banyak tidur (lho?!), pupil mata saya melebar sambil saya dekatkan badan saya ke pengumuman itu. Terbilang.

"DISKON Rp 5000 - Rp 20.000"

Langsung saja libido saya memuncak. Saya sangat bernafsu. Amat sangat ambisius. Nafas saya memburu. Detak jantung saya semakin cepat. Sekujur badan saya keringat dingin. Mata saya layu. Air liur saya menetes.

"Sebentar, sebentar, ini lagi nafsu apa epilepsi sih?"

"Mengenai hal itu, belum ada konfirmasi dari pihak yang berwajib"

Aduh, pokoknya gitulah gambarannya. Akhirnya bebbbbb...gua beli buku juga. Senangnya hatiku. "Berhasil! Berhasil! Berhasil! Hore!".

Hari ini gua beli empat buku yang totalnya berharga 70 ribu. Antara lain: "PERMESTA dalam romantika, kemelut, dan misteri", "Gagalnya Sistem Kanal", IJ Kasiomo: Politik Bermartabat", "Kartosuwiryo: pahlawan atau teroris?". Murah bukan? Sebenarnya saya ingin lebih dari itu. Tapi mau bagaimana lagi. Maksud hati memeluk gunung, apa daya dompet tak sampai. Tapi ya begitulah bentuk bukunya. Karena buku tak terjual, jadi kualitasnya juelek. Tapi nggak papa. Gua kan gak beli covernya, gak beli kertasnya, gak beli lay outnya, tapi yang gua bayar itu contentnya.

Yasudah, begitu saja sambutan dari saya sebagai Ketua RT 03/RW 05, kelurahan Champs Elyssee, Kecamatan Wisconsin, Kabupaten Ciamis. Mari kita tutup dengan potong tumpeng dan potong rambut bersama. Tapi sebelum itu, Pak Haji Junaedi akan naik panggung untuk membacakan Yasin yang ditujukan bagi arwah Pak RT yang sebentar lagi akan menemui ajalnya. Kita masih belum tahu ketemunya dimana, soalnya si ajal ketika dikonfirmasi terakhir kali mengaku tidak tahu menahu atas kasus korupsi yang menimpa Adang Dadang Begindang. (Halah...apa pula ini Bah!)

"Mari kita buka dengan ulumul quran suratul fatihah..."

"Al Fatihah..."

Lagu Terfavorit Pas Gitaran

When you were here before
Couldn't look you in the eye
You're just like an angel
Your skin makes me cry
You float like a feather
In a beautiful world
I wish I was special
You're so very special

But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here

I don't care if it hurts
I want to have control
I want a perfect body
I want a perfect soul
I want you to notice when I'm not around
You're so very special
I wish I was special

But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell I'm doing here?
I don't belong here

She's running out the door
She's running out
She runs runs runs

Whatever makes you happy
Whatever you want
You're so very special
I wish I was special

But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here
I don't belong here

(Radiohead)

Selain lagu ini sangat mudah dimainkan (karena gitar saya yang rombeng itu tinggal tersisa senar 3, 4, 5, dan 6. Jadi main di chord 5th terus seperti kebanyakan musik rock). Juga tidak butuh tenaga besar ketika bernyanyi. Sambil tiduran juga bisa (kecuali saat teriak Ruuuuunnnnnnnnn...). 

Monggo dicoba...

I love you so much!

Bro...ane udah hampir sebulan kagak maen ke Perpus Masjid. Juga hampir sebulan nggak maen ke toko buku. Rasanya...dalam hidup ane ada yang ngguanjel. Padahal dulu, ke toko buku ataupun ke perpus masjid udah kayak puasa. Senin-Kamis. Rutin abisss.

Ini semua gara-gara TA. Anjrit banget kan...

Mata gua juga udah sepet ngeliatin komputer yang lagi running program. Udah mana kagak sukses-sukses pula itu runningan. Gua jadi pengen banting CPU. Mumpung gua lagi ndengerin "No Future"-nya Anti Flag nih.

"Sabar Pak...Sabar...Sabar."
"Orang sabar pantatnya lebar..." (temen gue di beskem yang populerkan idiom idiot itu, hehe)

Tapi bro, akhirnya tadi gua bisa membohongi waktu. Gua telah mencuri dompetnya waktu. Tadi gua sempet baca-baca bukunya Fachry Ali abis maghriban. Cuma sebentar sih. Tapi gua puas...puas...puas...
eeeaaa...eeeaaa....eeeaaaa.

Pokoknya, gua udah bertekad. Selepas sidang nanti, gua akan mengunci kamar gua. Membanting hape gua sampai tak bernyawa. Menutup diri dari peradaban dunia. Kemudian mulai satu per satu gua transmigrasikan semua buku gua dari kamar sebelah, ke markas besar kaum pemberontak di pertilasan Ibu gua tercinta. Yeaahhh. Impian gua akan segera tercapai. Dan harapannya satu buku akan lahir dari rahim gua. Oeeekk..Oeeekkk...Oeeekkk. Sebelum gua jadi kaum buruh yang tertindas rutinitas eight to five yang trully nggapleki.


*jari tengah buat establishment*
(ditulis sambil melihat Justin Sane teriak-teriak di Occupy Wall Street)

Cinta Itu Buta

Cinta itu buta
Sehingga saya akan berhenti
Mencintai mata saya
Dengan mencongkelnya
Sampai saya bisa memandang
Masa depan menjadi lebih jernih

Hidup saya
Tidak untuk satu orang wanita saja
Hidup saya, bahkan...
Tidak untuk ayah ibu saya saja
Hidup saya
Adalah nafas saya di akhirat sana

Tuhanku, aku belum siap untuk beranjak dari kesendirian ini
Aku ingin sendiri
Terus menerus
Sampai aku sadar
Bahwa salah satu jariku
Sudah bisa mengetuk satu dari berjuta pintu
Pintu masuk ke rumah-Mu yang mewah itu

(untuk siapapun yang sedang menunggu)

Aku Ingin Menciummu

Ya, saya paham, saya bukan lelaki yang romantis. Saya tidak berani berucap langsung tentang segala perasaan yang bergejolak. Saya bukan orang yang eksplosif. Saya bukan lelaki yang ekspresif. Saya selalu menyembunyikan banyak rahasia. Meski itu membohongi perasaan saya, tapi justru hal itu menenangkan saya. Sebab, pria yang baik adalah pria yang logis. Berpikir dulu, baru bertindak.

Ceritanya tadi pagi, hari ini, hari yang bertepatan dengan hari Ibu, saya sms mama dengan kalimat yang singkat. "Selamat Hari Ibu, semoga senantiasa sehat selalu. Terimakasih atas bimbingannya selama ini". Bagi saya ini sangat singkat kalau dibanding kemampuan saya menulis puisi.

Mengapa bisa begitu singkat? Karena saya berhadapan dengan orangnya langsung. Saya tidak berani. Saya ingin menumpahkan rasa cinta saya di bawah kolong kasur. Supaya tidak ada orang yang mengetahui. Cuma saya dan Tuhan saya.

Mama saya balas sms itu lama sekali. Sampai saya pulang sholat isya baru ada sms masuk dari mama. Saya senang sekali. Isinya juga bagus: "Terimakasih do'anya dan terima kasih juga kamu selama ini menjadi anak yang baik".

Waw...saya seketika melonjak. Bahagia luar biasa.

Dari dalam lubuk hati saya yang paling dalam, saya ingin sekali mencium mama. Bukan pipinya yang ingin saya cium (karena itu sudah sering), tapi telapak kakinya. Saya ingin seperti orang-orang India yang menundukkan kepala sampai kaki ketika bertemu dengan Ibundanya. Sayang, budaya Indonesia "cukup" dengan cium tangan.

Tapi sepertinya seru juga kalau saya mengikuti jejak Bude saya yang paling disayang sama nenek saya. Beliau kalau mencium tangan nenek saya itu, lama sekali. Kata beliau "diambu". Tangan Nenek saya itu, dibolak-balik diciumin sama Bude saya ini. Ini penghormatan paling keren yang pernah saya lihat.

Hari ini saya juga pergi ke kuburan leluhur. Seperti biasa, saya ke kuburan sendirian. Pertama ke kuburan Abah saya dan kedua ke kuburan Mak Aji saya.

Ternyata, di kuburan itu, rerumputan sudah meninggi. Mungkin karena saya sudah 3 minggu ini tidak pernah mampir lagi. Atau bisa jadi karena curah hujan tinggi, rumput jadi cepat tumbuh. Tapi bagaimanapun, sebagaimana budaya orang Jawa khususnya Jawa Timur, menghormati penghuni kubur menempati sebuah norma tersendiri. Karena menurut kepercayaan, pada dasarnya orang-orang yang mati itu hidup. Hanya saja berbeda alam.

Wallahualam.

Saya nggak tahu lagi harus bilang apa. Saya sedang belajar menjadi makhluk yang santun. Saya ingin benar-benar menjaga emosi, terutama ketika berhadapan dengan orang tua. Pasalnya, karena lingkungan yang membesarkan saya berwatak keras, mau nggak mau, saya pun turut bertabiat keras.

Tapi, tenang saja. Semua ada hikmahnya. Tidak selalu kelembutan itu baik. Tidak selalu juga keras itu jahat. Semua punya nilai masing-masing. Oh iya, saya juga sedang belajar untuk romantis. Tapi kelihatannya susah deh...gengsi saya terlalu besar.

Rabu, 21 Desember 2011

Rihlah

Tadi malem Pak Emer mbahas rihlah. Gua jadi kepikiran untuk ngajakin rihlah adek2, sepertinya menarik.

Mentoring pagi ini untung yang dateng cuma dayat. Jadi gua ada waktu untuk ngobrol-ngobrol hal-hal yang lain bersama adek gua yang satu ini.

Setelah ngobrol panjang lebar, akhirnya dapatlah ide untuk rihlah ke Malang, lebih tepatnya Batu. Jadi insya Allah pekan depan, saat minggu tenang, gua sama adek2 pergi ke Batu untuk melepas penat.

Gua gak tau apakah ini bisa terlaksana. Tapi kalo gua lagi mood kayak gini, acara seribet apapun akan bisa jalan. Tugas gua dalam waktu dekat ini adalah mengubrak-ubrak adek2. Jadi yang berangkat rihlah besok mudah-mudahan jadi bisa lebih banyak.

Insya Allah, doakan saja...Sepertinya minggu depan adalah hari-hari yang berat. Di samping gua harus ngejar TA, gua juga harus ngordinir anak2 buat rihlah sama Pak Emer (ke Bangkalan kali..), ngordinir adek2 buat rihlah ke Malang, sama dateng ke nikahannya si Upik di Madiun. Cepedehhhhh...

Simpati

"Ah, gua gak mau lulus sendiri!"

"Pede banget lu, emangnya lu udah pasti lulus!"

"Belonn..."

Hari ini gua ke beskem menemui Kuoncuo plueeekk. Gua juga nge-sms Inul Daratinggi yang nggak jadi asistensi ke Babe Wifi dan saling kerja sama dengan Okto untuk menemui Babe Ariez. Lah, apa kerennya?

Menurut gua ini keren. Hari ini gua mencoba berbagi dengan teman-teman. Lebih jelasnya berbagi kegalauan.

Pertama, gua mendapati temen gua lagi maen Football Manager di beskem padahal seharusnya dia berusaha doing something untuk melawan kebekuan pikirannya yang menyebabkan tiga tugas besarnya terbengkalai tak tersentuh selama tiga semester!!!

Kedua, gua mendapati temen gua yang lain yang harusnya bisa menuntaskan salah satu tugas besarnya sedang asyik berkomik-komik ria dan ketika gua kasih tau deadline pendaftaran ujian dimajukan. Dia shock dan level kegalauannya memuncak.

Ketiga, gua ngeliat abang gua, abang gunawan, sedang galau tingkat menengah. Dia cabut gak gawe akibat tugasnya belom selesai. 

Keempat, gua gagal mengajak Inul asistensi ke Babe tadi pagi. Padahal kemarennya gua udah mohon-mohon ke dia (di kosnya) agar dia mau budal nang kampus buat asistensi. Tapi, katanya masih ada yang harus diperbaiki. Jadi ditunda besok aja.

Kelima, temen gua ngerjakan skripsi, punya semangat tinggi buat menyelesaikan semua. Dan hal itu membangkitkan semangat gua juga.

Gua pengen...gua pengen banget bersama mereka. Mendengar segala keluhan mereka dan gua pengen bisa menerbitkan senyum di bibir mereka. Bagi gua, meskipun gua lulus nanti Maret...gak ada artinya kalo temen-temen gua masih kesusahan.

Taujih

Gua baru pulang liko. Tadi boncengan ama si Riki.Parahnya, kita paling seneng dateng liko telat. Tadi aja, hampir jam setengah sembilan baru nyampe rumah Pak Emer. Tapi untungnya, banyak yang telat juga. Wehehe. udah gitu, selama perjalanan bawaannya ngakak mulu. Yang inilah, yang itulah...ada aja yang bisa dibuat becandaan. Bahkan sampe pas acara liko berjalan, kita masih heboh sendiri.

Tadi, Pak Emer ada tamu. Jadi gua sebagai ketua(an) harus membuka jalannya acara. Yaudah, gua bukalah semua. Gampang kan, tinggal buka. Setelah itu gua tunjukin tuh anak-anak. Yang narik infak siapa, yang murajaah siapa, yang taujih siapa, sampe yang ngabisin makanan siapa. hehehe.

Dari semua agenda pada malem ini, yang paling ngena di hati gua adalah taujih Pak Dika. Tapi sebelum masuk ke taujih beliau, gue perkenalkan dulu beliau ini.

Nama Adhika. Nama lengkapnya gua lupa. Dia anggota baru di liko ini. Import dari Bandung. Dia dulu kuliah di STT Telkom, dua tahun di atas gue. Sekarang gawe di perusahaan jaringan komunikasi yang gua gak tau namanya apa. Dan dari semua data yang tersedia yang mesti saya infokan kepada pembaca, data yang paling penting bahwa DIA SUDAH MENIKAH!

Horeeee...

Lah, kok hore?!?!

Gua dulu dateng ke nikahannya di Lamongan. Kalo sebelumnya gua cerita anggota2 liko itu kebanyakan bapak2. Sekarang, berbalik. Mahasiswa (lebih tepatnya bujanganers) lebih mendominasi. Sementara yang bapak-bapak sudah dijual ke klub-klub besar. Sekarang, tinggal Pak Adhika ini satu-satunya yang berkeluarga dan yang masih tergabung dalam "The Young Guns". Eh, sama Pak Emer juga ding.

Dia tadi ngasih taujih dadakan. Karena memang semuanya serba mendadak. Jadi tadi awal ceritanya, pas lagi ditentukan (ribut-ribut) mengenai siapa yang harus kasih taujih pada malam ini, Pak Dhika ini kebelet pengen pipis. Akhirnya dia pergilah ke toilet. Kemudian, gue, rikirik, ananto si lelaki idaman, Avathir, dan Pak Lurah merencanakan konspirasi alias kudeta tak berdarah. Jadi setelah dia keluar dari toilet langsung kita bersama-sama bilang,"Selamaaaatttt akhiiiiiii, enteee jadi petugas taujih". Mukanya dia langsung tersenyum semi-semi nggak ikhlas, seakan konspirasi ini sudah diperkirakan sebelumnya.

Isi taujihnya dikutip dari Kolam 34: "Sesungguhnya bagi orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya". Kemudian dia merembet-rembet ke Tolak 3 yang intinya kebahagiaan bagi orang bertakwa itu diberi-Nya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Lalu barangsiapa yang bertakwa maka segalanya dimudahkan.

Lu tau kenapa dia kasih taujih gitu?

Pertama karena di Kolam 34 itu hapalannya mentok. Kedua karena sebelum liko dimulai, gue, rikirik, Pak Lurah dan Si pria idaman lagi mbahas kapan ujian alias sidang. Mereka kelihatan desperate semua. Sebenarnya termasuk gua. Cuma kan gua sebagai ketua(an) mesti jaga wibawa. (cuiihhh..gaya lu!)

Tapi gua pikir-pikir pas di perjalanan balik ke kampus tadi, bener juga kata Pak Dika ini. Gua selama ini ngerasa ngentengin ruhani gue. Gua bahkan hampir-hampir ilfeel dari usaha-usaha memohon kepada yang punya dunia dan alam semesta ini. Seakan-akan, kuasa atas diri gua itu, jadi milik dosen pembimbing, dosen penguji, atau bahkan pegawai TU yang kadang-kadang ngeselin abis karena memperibetkan birokrasi.

Gua sekarang lagi belajar gak egois. Walaupun hidup gua udah kayak sampah masyarakat gini. Gua jadi ngerasa makin down to earth atau bahasa njawanya "ndelosor nang lemah". Tadinya gua down to earth karena minder atau karena gua udah jadi looser. Tapi ndelosor nang lemah yang sekarang sudah gua rubah.

Gua pengen nurani gua lebih sadar lagi tentang arti hidup. Sehingga gua cepat ambil kesimpulan, "Everything's sucks jika kita hidup udah kayak slave". Entah itu budak dunia, budak cinta, budak uang, budak apapun itulah yang menyebabkan Tuhan gua jadi iri karena hambanya yang satu ini berpaling ke lain hati.

Hari ini gua benar-benar diingatkan. Beberapa minggu terakhir gua jarang buka-buka koran. Jarang inget-inget Tuhan. Terus jarang bersyukur. Padahal seandainya, gua mati sekarang...dengan gelar sarjana seabrek, dengan prestasi mentereng lainnya, itu juga paling cuma ditangisin 40 hari. Selebihnya hidup kita akan jadi lebih sampah dari sampah-sampah yang menyampah di tong sampah berisi tumpukan sampah-sampah yang selalu disumpah-serapah orang dunia yang mukanya kayak sampah.

Let our life go to the garbage!

Malem ini gua jadi inget kalo gue punya angan-angan sekolah di mahat. Selepas lulus nanti, mungkin gua akan masuk seminari, jadi pastur. Dengan bersikap baik, berusaha selalu berkata lemah-lembut, selalu mengekang syahwat, dan selalu mengabdi pada orang yang membutuhkan.

Hari ini, Mulek gue sampai di titik 25. Sementara anak-anak sudah mau finish di Kolam. Gua gak boleh kalah! Gak boleh! Gak boleh! Pekan depan Mulek harus tuntas.

So, kesimpulan dari sampah-sampah di atas adalah sebelum gue bisa menguasai universe ini, maka gue mesti menjalin relasi yang baik pula sama yang punya universe ini. Kalo nggak, gua adalah sampah yang lebih bau dari sampah terbau di alam semesta ini!



*Ditulis di bawah sayup-sayup "It'll Be Okey"-nya Limp Bizkit. Yeeeaaahhh...

Senin, 19 Desember 2011

Ndut

Tiap kali saya ketemu teman, pasti dia berkomentar "Bah...kamu kok tambah gendut". Ketika dia bilang seperti itu, di dalam diri saya ada perasaan haru, bangga, dan menakjubkan (lebay deh..). hahaha.

Iya, memang saya akui, saya makin gendut. Perut saya makin seperti perut direktur (jujur, saya agak kesulitan membedakan, mana perut direktur, mana perut orang cacingan). Kadang-kadang kalau lagi bengong saya sering mengelus-elusnya seperti ibu mengelus perut hamilnya. Bahkan kadang-kadang kalau lagi bawa MP3, saya taruh pemutar musik itu di perut saya. Saya putarkan lagu-lagu klasik supaya perkembangan janin di perut saya semakin baik. 

Iya, ya, ya, saya akui itu kesalahan saya. Tapi ada untungnya juga. Baru kali ini saya sembuh dari penyakit busung lapar. Ibu saya juga bilang begitu. Dia mengaku bangga ketika diwawancarai reporter guiness book of record karena saya dinobatkan sebagai pria paling tidak proporsional di dunia satwa ini. Sungguh, penghargaan itu membuat saya haru...

Puas lo semua... (hehehe)

Mulai beberapa pekan, saya membiasakan olahraga dengan lari memutari lingkungan kampus. Saya dengan Riki berjanji agar tiap Selasa, Rabu, Jumat berolahraga bersama. Btw, kenapa cuma hari itu. Kenapa Senin dan Kamis tidak? Ya...soalnya senin dan kamis adalah jadwal kami narik becak. Jadi, olahraganya ganti.

Sekian saja.

Sebagai penutup, saya sampaikan doa manjur bagi para genduters yang sedang berjuang untuk kurus.

"Allahumma innii ‘a-udzubika minal khubutsi wal khoba-its

Selamat berjuang!

Tawa

Langkah panjang kami
Mengusap wajah lelah terpancar

Bagaimana mungkin
Perjalanan seberat itu
Bisa membuat kita kembali menatap

Aku hanya tertawa

Masih banyak tangis di negeri lain
Mengapa kita tidak tertawa saja saat ini?
Sebelum tangis itu beriring
Menuju kemari

Selamat Atas Meninggalnya...

Seorang anak tuhan, menemui ajalnya.
@kebebasan: Selamat ya...Kim akhirnya mati juga. Mari kita rayakan!

Minggu, 18 Desember 2011

Pahlawanku

Aku kaget saat membaca koran Jawa Pos hari ini. Vaclav Havel meninggal dunia! Tanpa ada sakit sebelumnya. Dia tiba-tiba saja meninggalkan dunia ini. Aku sedih. Sedih sekali.

Aku kagem karena ia termasuk yang pertama melawan tirani komunisme.

Ia juga seorang yang amat santun. Ia terbuka. Ia menerima perbedaan, demokratis. Hal itu terlihat saat Bangsa Slovakia ingin memisahkan diri dari kesatuan Cekoslovakia, ia menerima permintaan itu. Meski dengan rasa sedih yang luar biasa. Ia berkomentar,"Dulu orang Slav bisa bicara bahasa Chechz (Ceko). Begitu juga sebaliknya. Semua siaran televisi, radio, koran, menggunakan dua bahasa yang agung itu. Tapi sekarang, kebersamaan itu telah hilang".


Vaclav Havel adalah pahlawan bagiku, bagi para pecinta kebebasan, dan para idealis-idealis yang tak takut mati.

Ekspedisi

Tadi sore, Bang Bara sms ane kalau dia lagi mampir ke Surabaya sehabis seminar arkeologi di Lumajang. Abang saya yang satu ini ane kenal saat Ekpedisi Majapahit setahun lalu. Tapi sayang, ane gagal jadi pelaut tangguh. Hanya dia, Mas Adi, dan Santa yang berangkat ke Jepang menggunakan perahu bercadik dengan panjang 20 meter. 

Tapi ada hikmahnya juga sih. Kalau ane jadi ke Jepang, saya bisa mati kali. Untung banget ekspedisi itu gagal. Hanya sampai di Manila setelah selama sebulan lebih berlayar. Tadinya ane sudah ikut mess seminggu di Pantai Slopeng di Madura. Tapi sekali lagi saudara-saudara, ane memilih pulang, mengundurkan diri akibat fisik ane yang tidak mumpuni. Sementara kawan yang lain melakukan seleksi lanjutan dengan berlayar ke Jakarta selama 4 hari. Sumpah, nggak kebayang. Empat hari di laut. Ane aja sehari di laut, muntah 20 kali. Masya Allah...

Tapi seminggu di Slopeng, ane belajar banyak hal. Belajar survival, belajar mengenal orang lain, belajar mengenal budaya lain, sekaligus melihat hal-hal menakjubkan tentang kapal. Kamu nggak tahu kan, berapa banyak orang yang dikerahkan untuk meluncurkan kapal? 300 orang! Amazing! Walaupun akhirnya tidak jadi ke Jepang (singgah di 8 negara), tapi ane bersyukur udah pernah bergabung dengan tim ini. Kalau Jepangnya yang penting udah pernah. Jadi gak nyesel-nyesel banget.

Kembali ke Bang Bara yang lagi kehujanan di Bungurasih

Abang ane ini sekarang lanjut studi di Arkeologi UGM. Di Bungur itu, kita cerita banyak. Terutama cerita melautnya yang spektakuler. Cerita juga tentang Mas Adi yang udah nikah. Cerita Agung Si Peramal yang sering ikut seminar di luar negeri. Cerita Santa (ane manggil dia "Bob" karena dia Rasta banget mamen..) yang fokus menjadi aktivis Mapala. Banyak lagi deh ceritanya.

Ceritanya ane simpen dulu gan. Yang pasti, ane sekarang kangen banget sama tim ekspedisi yang tiap hari tidur di pasir pantai Slopeng (sumpah ini Rasta banget mamen...). Sama orang-orang Bajo yang ramah-ramah tapi tangguh. Sama Mayor Deny yang kereng. Mayor Rizki yang imut unyu-unyu. Sama Yamamoto Sang Dewa Mabok. Dan Shiro, anjingnya sinchan. Eh, bukan ding....dia instruktur diving yang bikin ane geleng-geleng kepala. Masak pas kapal bocor di tengah laut dia berenang dari darat ke kapal buat nguras air. Gila mamen. Berenang cuy! Edan tenan jepun sitok iki...

Saya Masih Normal

Tadi siang saya ke rumah Bu Wartani, istrinya almarhum Pak Heri yang merupakan kawan papa dulu. Minggu lalu sebenarnya sudah ke sana, tapi beliaunya sedang keluar. Saya cuma ketemu sama pembantunya yang dipanggil "Yuk..". Tapi nama panjangnya bukan "yukk....yakk...yukkk...".

Tadi siang pun beliau ndak ada. Alhasil saya ketemu lagi sama Yuk itu. "Eh, mas yang kemarin ya..". Saya pun disuruh masuk. Kita di sana cerita macem-macem, sambil bercanda dikit-dikit (Si Yuk ini baik banget. Sering doakan saya kalau lagi ngobrol. Semoga inilah..semoga itulah...dll). Lalu Si Yuk nanya saya. "Mas udah berapa tahun kuliah?". Dengan malu-malu saya menjawab,"Lima tahun..". "Oh...". Untungnya dia cuma nanggepin oh. Berarti Si Yuk tidak paham bahwa kuliah lima tahun adalah aib bangsa dan negara.

Kemudian dia nanya begini dengan nada sambil guyon "Berarti...kalau udah lima tahun. Udah punya cewek dong..". Senyumnya melebar. Disertai garis bibirnya yang memanjang seperti ingin tahu.

Saya cuma bisa senyam-senyum, mesam-mesem, kikak-kikuk. Kepala saya menggeleng lirih.

Lalu, saudara-saudara, anda tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba bola matanya membesar, alis matanya berkerut, mulutnya menganga. Dia setengah tidak percaya berkata "Lho, beneran tho mas...belum punya cewek?" Matanya seperti mencari sesuatu. Sepertinya ia curiga.

Dia masih saja menunjukkan wajah heran seakan saya makhluk aneh dari planet Mars baru turun dari UFO.

Dalam hati saya mbatin,"Iya Bude. Saya memang belum punya cewek. Tapi saya tidak homo lho.."

("Pacar saya yang homo. Saya mah nggak..")

Sabtu, 17 Desember 2011

Kasih

Ya Tuhanku, di hari ulang tahun beliau ini...berilah segala macam sifat kasih-Mu kepada beliau.

Aku tidak bisa mengucap lebih banyak doa lagi...

Semoga aku bisa meluluskan janjiku padamu.

Aku janji akan segera melunasi semua hutang-hutangku kepadamu.

Malu

Ya Tuhanku, jauhkanlah aku dari perbuatan yang membuat aku malu berhadapan dengan-Mu.

Daftar Buku

Si Muhlas, adek angkatanku tapi beda fakultas yang kemaren nyapres BEM, tadi bikin daftar buku di wall-nya. Aku jadi pengen ikut-ikutan.

Berhubung aku lagi nggak di rumah. Baiklah aku coba ingat-ingat...

(1 menit)

hmm...

(10 menit)

tik, tok, tik, tok...

(setengah jam)

Addduuuhhhhh....

Maaf, buku saya terlalu banyak untuk dirinci satu per satu. Sek...sek...ingat-ingat. Aku ingat! tapi sedikit...

Politik: Mein Kampf (Hitler); Tan Malaka dan Gerakan Kiri...(3 jilid);Untukmu Negeriku (Hatta); Mengenang Syahrir;

Sejarah: D-Day...

Sastra: Kumpulan Cerpen terbaik Kompas (ada 4 buku); Harimau-Harimau; Salah Asuhan; Student Hidjo (Mas Marco)

Agama: Fiqh 5 madzhab; Ihya Ulumuddin; Buku-buku Kuntowidjoyo; Nurcholis Majid; Dawam Rahardjo; Risalah Pergerakan; Tarikh Ikhwan;

Ekonomi: Bankers Who Broke The World; Pengantar Pemikiran Ekonomi; buku-buku MarkPlus Hermawan Kertajaya; Biografi pendiri Google; Biografi Rupert Murdoch;

Olahraga: Kumpulan kolom olahraga

Jurnalistik: Sejarah Kompas; Sejarah Sinar Harapan; Sejarah Indonesia Raya; Buku panduan 'seandainya saya wartawan Tempo'; Kalimat Jurnalistik; Sejarah Pertja Sekatan sebagai media pergerakan; Jurnalisme damai dan investigatif

Wah bro..udah jam goblok ni. Banyak yang lupa dan kesulitan juga mengklasifikasikannya.

Lain waktu deh, saya janji akan mendata buku-buku saya di rumah. Kalau berminat membaca buku saya itu, silahkan hubungi saya dan kita langsungkan proses barter (saya juga harus pinjam buku anda). Sorry, untuk masalah buku, saya jadi orang paling pelit sedunia-akherat. Bahkan ketika saya dihadapkan pada dua pilihan antara Sandra Dewi atau Buku. Maka saya langsung memilih buku. (Tapi nanti di belakang panggung, Sandra Dewi saya embat juga...hehehe)

Kenal

Aku baru saja mengenal sesuatu
Yang membuatku bergetar hati hingga detik ini

Kata-kata tak sanggup lagi bersuara
Hanya hati yang bertanya-tanya
Tentang sesuatu
Yang selalu melempar teka-teki
Sambil senyum merekah gembira

Aku belum berani untuk bilang
Sesuatu
Kepada sesuatu
Aku malu

Perkenalan itu masih terlalu cepat
Secepat api melalap semak
Lalu hangus terbakar
Dan kehilangan jejak panjangnya

Apakah waktu masih beroleh izin melalui ini dengan sabar?

Homicide

Ini adalah monumen tengat kesabaran dan angkara

Satu  barisan ribuan mimpi
Titik berangkat yang tak pernah dapat kami datangi kembali
Terbuang serupa fotokopian pamflet aksi di setiap perempatan
Harapan kami akan berakumulasi menyaingi nyalak senapan kalian!
Kami merayap dalam lamat menyaingi hantu-hantu pesakitan
Hingga waktu kalian mencapai tengat…


Titipan angkara mereka yang tak bisa lagi bersuara
Ini muara seluruh arwah yang kehilangan nyawa
Dalam hitungan langkah kami akan isi angkasa
Dengan ribuan pekik yang sama saat kalian terbakar bersama bara
Terlalu kentara manuver mereka memplot penjara
Hukum, moral, kebebasan, batas surga dan neraka
Merancang kontrol bawah sadar serupa bius pariwara
Menjagai setiap inci palang pintu modal dengan tentara
Sebelum waktu yang banal jumud berkanal
Semua momen heroik yang tak pernah tercatat dalam tanggal
Biarkan mereka lafaz semua peringatan yang mereka hafal
Setiap ayat pasal karet pertahanan para tiran berpangkal
Kebebasan yang datang saat kau tak memiliki lagi harapan
Saat opsi tersisa adalah berdiri menantang para tiran
Saat momen terhidup dalam hidupmu adalah memasang badan di tengah medan
Kawan, mana kepalan kalian?!


Serupa biksu Burma di hadapan moncong senapan
Serupa malam Januari yang menandai Chiapas
Serupa seruan Chavez di depan muka Amerika
Serupa tangan Intifadha yang melempar batu di Palestina
Serupa siklus ronta kota pasca Genoa
Serupa rudal Hizbullah di daerah pendudukan
Serupa rahim setiap ibu yang melahirkan para kombatan yang menantang setiap tiran di titik nadir perhitungan

Sebenarnya lirik Homicide yang berjudul "Tantang Tirani" di atas masihlah panjang. Tapi setidaknya saya mau mencoba memberi gambaran singkat tentang Homicide, grup Hip-Hop yang saya kenal dan lumayan kena pengaruh lirik-liriknya yang cadas.

Jujur, saya baru kenal dia, dua tahun terakhir ini. Saya download lagu mereka semua. Saya pengen kenal bukan hanya musiknya, tapi juga nafas ideologisnya. Walaupun dia tidak mau mengaku sebagai Anarkis, saya bisa membaca nafas-nafas Anarkis.

Saya lumayan suka lagu-lagunya. Tapi sebelum mengenal mereka, saya terlebih dahulu mengenal Bondan and Fade 2 Black yang saya download lengkap semua lagunya lalu saya terliti satu per satu lirik-lirik mereka. Waw, keren banget. Mantap banget.

Aku suka beberapa lagu Homicice seperti Tantang Tirani, Puritan, Illsurreksun, Rima Ababil dll. Ada satu lagu yang paling berkesan, tapi sayang aku lupa judulnya. Di lagu itu tidak ada teks, hanya musik. Tapi lagu itu seperti kompilasi demo-demo mahasiswa yang orasi-orasinya dipotong-potong sedemikian rupa sehingga seperti lirik yang nyambung. Keren deh pokoknya...

Gradasi

Di saat cinta menyemai rasa di jiwa
Menghiasi hidup indah kan masa
Luluhkan dengki menghapuskan benci

(GRADASI-Persembahan Cinta)

Tuh kan, saya berlinang kalau ndengar lagu Gradasi. Jujur, tim nasyid ini benar-benar berkesan bagi saya. Nggak tau kenapa, kayaknya tim nasyid ini memberi damai pada hati saya. Kedamaian yang hanya bisa disandingkan dengan Snada, Raihan atau Suara Persaudaraan (timnas asal Malang, yang jadi terfavorit menurut saya). Contohnya, lagu di atas yang judulnya Persembahan Cinta.

Dari dulu saya punya cita-cita, untuk bisa nyanyi macam Gradasi ini. Tapi, terhitung sudah empat kali berganti tim, saya pun tak pernah menemukan harmonisasi seperti itu. Jangankan mirip, mendekati saja sulit. Benar-benar hebat. Meskipun Gradasi cuma lima orang, lagunya seperti satu orchestra. Salah satu lagu yang mungkin bisa didekati peniruannya, hanya "Anugerah yang Indah". Karena variasi nada dan ragam suara tidak terlalu sulit. Mekipun sebenarnya sulit, kami pernah bisa memainkannya.

Tiada sempurna cinta manusia
Hingga dia mampu mencinta
Sesamanya tanpa ada perbedaan

(GRADASI-Anugerah yang Indah)

Ada pula lagu Nanda yang keren banget. Dulu saya sama Muhardani, sama Kak Krisna, Kak Maulana, dan penggila nasyid lainnya di RMNJ suka iseng menyanyikan lagu ini kalau lagi nganggur. Soalnya seru banget kalau dinyanyikan ramai-ramai. Tanpa aba-aba, tiba-tiba anak-anak secara ngawur mengambil posisinya masing-masing. Ada yang bass, ada yang perkusi, ada yang suara dua, dll. Pokoknya, tiba-tiba lagu itu bisa jalan dan selesai. Weleh-weleh.

Tapi dari semua lagu, saya prefer ke lagu "Epik Sejati". Banjir air mata cuuuyyyyyy...

Harum mewangi cerahkan wajah bumi
Saat terpetik gugur pejuang berani
Darah yang membanjir
Suburkan tanah kami
Tumbuhkan kuntum bunga
Pahlawan sejati

(GRADASI-Epik Sejati)

Populer

Isya tadi aye pergi ke manarul. Aye lihat ada banyak mahasiswa pake baju koko lagi tidur-tiduran, bergelimpangan di serambi timur. Aye mikir, apa ada banjir besar di keputih atau gebang yang menyebabkan mereka mengungsi ke manarul. Selidik punya selidik, ternyata mereka sedang UAS mentoring.

Terus aye juga ketemu adik2 dari Perkapalan. Ada Ihrom dan Dwi. Aye ajak ngobrolah mereka. Ternyata mereka sedang ikut PSI 2. Oh, no...PSI 2 mengingatkan aye pada masa muda dulu. Waktu aye jadi pemain teredan di pelatihan itu. Dan secara tidak fair, atas konspirasi dari pihak asing, aye ditunjuk jadi ketua forum alumni pelatihan itu.

Terus, pas aye lagi ngambil wudhu, aye ketemu Pak Mian, marbot masjid yang kebetulan aye kenal deket. Pasti kalau ketemu beliau, bawaannya pengen nutup muka aja. Soalnya, beliau pasti nyindir-nyindir. "Lho, yar...(beliau manggil aye Tiar) jek nang kampus ae sampeyan. Mangkane, ojo mentoringggg aeeee sing diurusiiiiiii. Ndang luluuuuuuus, ndang kawiiiiiiiiiin konooo...koyok iki, iki, iki (beliau menyebutkan beberapa nama)". Aku meh iso ngguyu tok.

Aye jadi semakin merenung. Udah hampir enam tahun men aye di kampus. Ckckck, tua sekali saya ini. Naujubilleh...aye jadi kangen sama temen-temen aye. Dulu setiap ke manarul, baik selama perjalanan, ketika di manarul, ataupun berada di sekitarnya, pasti aye ketemu orang yang bisa disalami, diajak ngobrol, diajak bercanda. Sekarang? temen aye udah ilang semua, hiks3.

Dulu kalau mampir ke BEM, masih ada yang bisa disapa. Aye kenal dari presiden sampai menteri-menterinya. Mampir lewat MIPA, FTI, ataupun FTSp, masih ada yang bisa dipanggil "Hallo.." sambil ceriwis-ceriwis sejenak. Main ke Sekpa JMMI masih nggak sungkan turu-turu nang kono. Aye kenal dari ketuanya sampai staf-stafnya. Main ke masjid BM, BN, UI, dll masih ada yang bisa disapa. Sekarang? Tidak ada lagi mereka. Mereka sudah hilang entah kemana.

Jujur saja, walaupun rupa wajah aye tak sedap dipandang, IP aye jeblok, nggak punya prestasi membanggakan, dulu aye punya banyak temen. Nama aye lumayan mendengung. Bahkan, saat aktif-aktif dulu, banyak juga yang penasaran dengan aye. Mereka cuma dengar kebesaran nama aye saja. Ckckkckckck....hebat kan? *sombong sekali anak ini...*

Tapi sekarang, aye bukan sekedar post power syndrom, tapi juga post famous syndrom. Aye mulai ditelan bumi. Bahkan sekiranya aye mati detik ini, paling hanya segelintir yang tahu. Bayangkan ketika masa jaya aye dulu. Aye udah kayak artis. Banyak yang mendekat ke aye. Entah itu, konsultasi, ngobrol2, diskusi, belajar bareng, dan minta utangan. Kehadiran aye sering disambut meriah, dielu-elu, lalu ditimpukin batu, hehehe.

Bohong ding....

Tapi ada hikmahnya juga. Menjadi terkenal, membuat kita terlena. Sulit sekali mengevaluasi diri. Kita merasa paling hebat, paling benar, paling tampan, paling sukses, dan paling-paling lainnya. Sekarang dengan keadaanku yang terjerembab kalah jatuh ke dasar jurang ini, otomatis mata aye jadi menatap ke atas. Aye menyimpan optimisme untuk menggapai cita-cita. Aye banyak mengevaluasi diri, berkontemplasi dan menata ulang rencana yang sudah hancur lebur itu. Yang paling penting dari itu semua adalah membalas kekalahan.

Yeaaahhhhh....

Kawan Baik

Sekarang waktunya mengingat wajah kawan baik yang kita cintai dan sayangi...

1. Pak Lurah dengan jidat hitamnya (akibat kesalahan bergaul, hehehe)

2. Riki dengan brewoknya (akibat kebanyakan mengelap sisa minyak rambut ke dagu)

3. Padwi dengan tai lalat Megawatinya (akibat terlalu ramah kepada lalat sehingga menjadikan wajahnya seperti WC umum)

4. Wahyu dengan baju batiknya (akibat seterika terlalu panas)

5. Yuda dengan...hmmm, dengan apa ya Yud? Aku kok wangel nemen mengidentifikasi wajahmu...

Dan kepada semua kawan yang sudah saya anggap saudara (seperjuangan tapi beda bapak-beda ibu). Tentu, tidak ada tempat buatmu para wanita. Kecuali Lilik dengan tong sampahnya. hehehe.

Aku cinta kamu semua!
Salam cinta damai dari Kaka Slank!
*mengacungkan dua jari berbentu V sambil bertelanjang dada

Devile

Dung
Dung
Dung

Prak
Prak
Prak

Crek
Crek
Crek

Jes
Jes
Jes

Duuuuuuuuuuttttttt.....

Sob, bau banget sumpah....

Jumat, 16 Desember 2011

Hendak Kemana?

Quo Vadis? Kita memang selalu dipertanyakan orang tentang langkah-langkah selanjutnya. Menurutku wajar. Berarti orang-orang tersebut hendak mempedulikan kemana kita berlayar dan kemana kita berlabuh. Tapi kan, kita perlu perhatikan juga. Kenyatannya, detik ini pun kita belum membuang sauh. Bahkan perbekalan kita masih hampa.

Aku sadar, ini mungkin kesalahan kita. Kita tak bersegera menarik jangkar. Kita masih saja duduk di dermaga. Terlalu lama kita memandangi cuaca. Menurutku, cuaca itu juga tidak akan pernah kita bisa rubah. Sampai kapanpun, cuaca akan selalu melempar teka-teki yang teramat sulit kita tebak. Sehingga satu jalan yang penting kita lakukan segera adalah membuat layar kita terkembang melawan angin. Aku ingin, kita memanjat tiang-tiang itu serta melepas tali-talinya untuk kemudian aku beri komando bahwa pulau sebrang mesti kita hampiri.

Mengapa kita diam?

Bukankah kapal-kapal lain sudah berlayar jauh hari sebelum kita. Tidakkah kita hendak pergi menyusurinya juga? Ataukah kita menetap saja di sini? Di kota perdagangan yang telah membuat kita kaya terlena. Di kota penuh kedamaian yang membuat kita terlalu betah sehingga tak pernah lagi berjumpa marabahaya. Di kota tempat istri-istri kita mengandung benih-benih yang siap terbit dari perut bumi.

Lalu, lupakah kita akan janji di Tordesilas? Saat kita memandang bumi sebagai milik kita seorang. Saat badai menjadi piaraan kita. Saat tornado menjadi kawan perjalanan kita yang ramah. Kita kembali terlupa, bahwa diri kita adalah pelaut ulung. Janji kita untuk selalu menantang bahaya, adalah janji suci yang tidak akan kita nodai.

Baiklah, baiklah. kalau di antara kita memang ada yang ingin tetap tinggal di sini. Mulai sekarang, jadilah kita petani-petani malang yang menangisi perbuatan hama. Maafkan aku. Aku tidak akan tega meninggalkan marabahaya hanya menerkam kapal-kapal pemberani lainnya. Aku ingin menjemput mereka. Maafkan aku, kalau ternyata kita tidak bisa lagi bersama. Aku ingin pergi ke negeri antah berantah dimana serigala akan menjadikan aku sarapan terakhirnya.

Masa Depan

Kita tidak sedang menjadi peramal. Kita sedang melihat bagaimana kemungkinan yang terjadi di masa depan. Meskipun hal itu amat tabu kita bicarakan sekarang. Tapi setidaknya, kita bisa mempersiapkan jikalau ada di antara kita ada yang mati di tengah jalan. Maka aku beberkan sekarang.

Ini seputar pengembaraan yang belum selesai.

Aku menyadari bahwa aku sudah tertinggal jauh dari perlombaan lari ini. Aku tahu bahwa sebagian dari engkau sudah menganggapku gagal. Tapi yakinlah, bahwa nafasku belum berhenti. Bahwa detak jantungku masih berdetak kencang. Bahwa sorot mataku masih tajam. Bahwa urat-uratku masih menggelegar. Tidakkah engkau perhatikan itu?

Tidak untuk detik ini.

Aku hanya sedang menemukan jalanku lagi. Setelah mungkin, raib ditelan keadaan yang terus menerus berputar melindasku. Aku tak putus-putus menyambung nyawa-nyawaku yang mungkin sudah membuncah satu persatu. Tetap saja aku yakin, ini bukan ajalku.

Tentang masa depan yang kita rangkai, itu bukanlah suatu kepastian yang harus diluluskan. Kita akan menghadapi ujian yang tak kalah beratnya dengan pikulan sebuah gunung. Jangan pernah menganggap apa yang sudah kita gariskan akan berjalan begitu adanya. Jangan. Itu tidak baik. Sama saja kita mengambil kuasa dari suatu penguasa yang lebih besar.

Tapi tidak juga kita membuang asa jauh-jauh. Aku tidak suka kalau kita bertindak begitu. Sebaiknya kita rembukan dahulu, mau dibawa kemana pergerakan ini. Apakah tidak sebaiknya kita merefleksi ulang tentang kesalahan kita terdahulu. Kemudian kita sintesa menjadi jalan baru. Mungkin saja dari sana kita bisa dapat keberhasilan yang selama ini kita impikan.

Baiklah, baiklah. Aku tidak memaksakan kita untuk berpikir secepat itu. Aku akan menunggu kita dengan sabar. Jiwa kita, jasad kita, dan perasaan kita, biarkanlah mencari ilhamnya masing-masing. Sedangkan kita, merebahkan badan tidaklah mengapa. Sungguh, istirahat lebih kita butuhkan saat ini, ketimbang meneruskan perjalanan.

Demi

Demi anjing-anjing yang menyalak
Menggonggong tuannya

Demi serigala-serigala yang mengaum
Membentak hutannya

Demi kera-kera yang berteriak
Melabrak satwanya

Aku berjanji
Atas nama hutan dan hewan di dalamnya

Tiap penindasan
Akan kita balas dengan darah!

Selera

Soal selera, aku memang tidak pernah neko-neko. Apa adanya saja. Entah itu makanan, minuman, atau hobi dan kesenangan lainnya. Bagiku, selera tidak mesti seragam. Tapi juga tidak mesti terlalu neka-neko. Semua ada batasnya. Tapi juga tidak bisa disamaratakan. Intinya, aku tidak terlalu mematok banyak syarat tentang sesuatu. Prinsip ini berdasar pada pemahaman relativitas yang digabung sedikit-sedikit dengan realitas.

*ngomong apa coba...mbulet!

Baiklah, to the point.

Kemarin pas balik kandang ke rumah di Ndepok, aku (akhirnya) ketemu adikku. Semenjak dia kuliah di Tangerang, aku jadi susah ketemu. Dia sibuk juga. Aku juga jarang pulang. Kalau balik paling setahun sekali. Hal itu aku lakukan, sebagai persyaratan menjadi anggota Gerombolan Bocah Lali Omah (Gembolo). hehe.

Adikku ini emang sudah berubah. Berubah jauh. Semenjak aku meninggalkan dia, lima tahun lalu dia emang sudah jadi gadis dewasa. Meski masih agak childish. Maklum, dulu dimanja sama mama. Tapi berhubung SMA-nya agak jauh (SMA yang sama denganku), dia jadi mulai mandiri. Maklum, kehidupan sekolah sudah menyita setengah hidupnya. Kemudian, setahun terakhir ini dia ngekos di Bintaro karena jarak kampus ke rumah jauh naujubillah.  

Nah, anak ini makin dewasa makin alay. Masak, baru setahun kuliah sudah pacaran. Abangnya saja sudah lima tahun kuliah, masih keleleran, nggak ada yang mungut. You know, apa tanggapannya dia pas aku kasih tahu kalau aku aja belum punya pacar, kenapa dia melangkahi. "Salah sendiri kakak nggak nyari.." kata dia dengan entengnya. (Wah, belom pernah kelilipan sandal jepit nih orang)

Awalnya, dia nggak mau ngaku pula kalau pacaran. Padahal di BAP sudah jelas (Berita Acara Pacaran). Baru ketika aku ajak makan di resto, baru dia mau ngaku. Itu pun setelah dia menghabisi sepiring nasi, sepaket udang bakar gede, dan ikan bakar gede. Hmmm, nama restorannya apa ya? Entahlah...aku segera melupakannya semenjak dompetku ludes di sana.

Lupakan soal pacarannya. Aku sebagai abang hanya bisa mengingatkan agar berhati-hati di jalan dan mendoakan agar dia segera putus (hehe). Biarlah nanti pihak berwajib (nyak) yang menindaklanjuti BAP agar dimasukkan ke berkas persidangan. (Dengar-dengar kabar terakhir, sidang sudah menjatuhkan vonis. Entah itu hukuman penjara, cambuk, penggal, atau kerja rodi, yang penting...semoga hukuman itu membuat kamu jera, dek..)

Kembali ke leptop.

Sekarang ke perkara hape. Adikku ini punya hape lumayan bagus. Pokoknya, satu keluarga, yang paling jelek hapenya ya aku ini. Tapi ndak papa. Semua ada hikmahnya. Hape bagus-bagus bikin was-was. Kalau jelek kan, walau dilindas truk berkali-kali, kita tidak perlu menyesal. Memang jalan hidupnya si hape ditakdirkan begitu. Kalau hape bagus kan, mau megang saja perlu wudhu tujuh kali campur tanah sekali. Ribet.

Berhubung aku suntuk pada waktu itu, aku tanyalah pada dia, "Dek, hapemu ada musiknya nggak?"

"Ada Kak. Tapi bukan nasyid"

"Ah, nggak papa. Yang penting ada. Asal bukan dangdut koplo aja"

Diberilah hapenya dengan ikhlas sentosa disertai rahmat dari yang maha kuasa.
"Gimana nih dek, mbukanya?"

"Ah, ndeso. Gini aja nggak bisa"

"Grrr..."

Tangannya segera terampil meloncat-loncat. Hape itu pun kembali ke tanganku. Kemudian aku lihat playlist-nya. Satu komentarku: "Bener-bener...anak jaman sekarang sudah jadi budaknya MTV". Aku juga termasuk sih. Lagunya hits semua.
Aku putar sebuah lagu. Aku tinggikan volumenya.

"Kok, tumben lagu itu Kak?"

"Emang kenapa? Nggak boleh?"

Dia diam. Kamu tahu, aku putar lagu apa?
Kesha "Tik Tok"

Kemudian aku ganti lagunya. Eh, dia ketawa.

Kamu tahu aku putar lagu apa? Justtin Bieber yang judulnya "anggur merah" (Bukannya anggur merah itu Meggy Z ya? Ya, itulah pokoknya. Aku lupa judulnya dan nggak begitu kenal lagunya)

Karena malu diketawain dia, aku ganti lagunya.

"Kakak emang tahu lagu itu?"

"Tahu dong..."

Dia diam. Kamu tahu, aku putar lagu apa?
Killing Me Inside "Torment"

Terus dia ngadu ke mama. "Mah..Mah...kakak aneh sekarang"

"Aneh apa?"

"Masak sekarang, dengernya lagu rock-rock gitu mah..."

Sialan tuh anak. Dia pikir, selama ini aku dengarkan lagu Nasida Ria dan Qasidahan kali ya. Memang sih, pas aku SMP dulu (dia masih SD), aku sering karokean bareng sama dia di rumah. Aku rajin sekali beli kaset ketika itu. Dan tentu saja, memutar keras-keras untuk menyaingi Andi, tetanggaku yang suka memutar keras-keras lagu-lagu Limp Bizkit, RHCP, Jamrud, Tipe-X dll.
Tahukah kamu, koleksi kaset apa yang ada di rak kamarku? Bukan sheila on 7, bukan Ada Band, bukan Caffeine, bukan Dewa, bukan Padi, bukan Jagung, bukan, bukan, bukan....

Jangan kaget ya. Ini dia koleksi kasetnya:
1. Izzis (tiga album)
2. Shouhar (dua album)
3. RJ (dua album)
4. Snada (dua album)
5. Raihan (dua album)
6. Gradasi (dua album)
7. JV (dua album)
8. SP (dua album)
Sisanya ada The Fikr, The Zikr, Arroyan, Tazzaka, Al-Quds dan lain-lain.

Subhanalloh, ternyata dulu aku pernah jadi orang alim. hehehe.

Yang paling aku ingat adalah adikku yang masih SD itu hafal beberapa lirik nasyid tersebut, sangking seringnya diputar. Lagu yang dia sukai, biasanya lagunya Gradasi, Snada dan Justice Voice. Bahkan, karena aku juga ngefans banget dengan Gradasi, kaset itu sampai kusut, rusak tanpa sisa, sangking seringnya diputar. Terutama yang albumnya "Anugerah Terindah". (btw2, beberapa kaset tersebut pernah kena razia di sekolah. Bahkan aku pernah mengubur kaset itu di belakang masjid SMP, pas aku tahu kalau hari itu ada razia. Hebat kan? hehehe)

Meski begitu, aku juga punya kaset umum biasanya kompilasi. Seperti Queen, Sting, Westlife, Gigi, dll. Mengenai westlife, jamanku beranjak remaja dulu, boyband tersebut udah kayak dewa. Yang muja banyak banget. Termasuk aku, hehehe.

Jadi, sebenarnya wajar saja kalau adikku kaget. Melihat track record kupingku, kayaknya tidak cocok dimasukin Killing Me Inside yang rock abis, ataupun Kesha yang house banget. Ya, kali ini aku maafkan dosamu dik. Tapi, sebenarnya juga, aku tidak sepenuhnya salah. Berbarengan dengan kegemaranku terhadap kaset nasyid pada saat itu juga aku sedang belajar gitar. Justru lagu-lagu yang pertama kali aku dengar dan bisa memainkan seperti Blink 182, SUM 41, Cake, Phantom Planet, Coldplay, Simple Plan, POD, Linkin Park dll (selama bertahun-tahun langganan majalah musik, tidak pernah sekalipun aku menemukan panduan chord gitar untuk sebuah lagu nasyid). Jadi, sory ya dek, aku tidak se-ndeso itu.

Sebenarnya, jujur saja, perubahan baru terjadi saat kuliah. Berhubung di kampus aku tidak punya banyak akses membeli album-album tersebut (nggak ada tokonya), jadi terpaksa telingaku kualihkan mendengar lagu-lagu lain. Pertama lagu-lagu Indonesia. Pas aku jadi mahasiswa baru, gelombang metal (melayu total) sedang membahana. Tiba-tiba, detik itu juga aku matikan seluruh winamp-ku. Aku mual!

Barulah pencarian lebih jauh setelah aku mengenal musik-musik barat lebih jauh, terutama yang dahulu sempat legendaris. Aku jadi suka musik melodic atawa emo, kemudian grunge, punk dan banyak sekali ragam yang aku suka. Aku sudah khatam download lagu Nirvana, RHCP, Limp Bizkit, The Clash, Ramones, The Beatles, Rolling Stone, banyak lagi. Aku susah nyebutinnya. Intinya, aku sudah meninggalkan lagu nasyid dan bersyahadat menjadi hamba-hamba MTV seperti kebanyakan anak muda lainnya.

Sudahlah. Yang namanya selera tidak usah diatur-atur. Kalau dikira itu baik, maka perdengarkanlah telingamu. Insya Allah, tidak akan membuatmu berdosa. (fatwa dari mana nih?)

Dan detik ini, aku mendengar 24 musikalisasi lagu dari puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Great!

Kamis, 15 Desember 2011

Du contrat social

Saya dapet buku legendaris "Kontrak Sosial" karangan JJ Rousseau di Jl Semarang. Beli murah, cuma 25 ribu. Ceritanya, tadinya mau beli buku Das Kapital. Eh, harganya masak 1 juta. Mentang-mentang buku bagus dan legendaris. Akhirnya saya mutung saja sambil tetap ngendon di toko buku itu.

Seperti biasa, setelah buku-buku politik tidak ada yang bisa dibeli, saya beralih ke buku sastra. Kenapa buku sastra? Karena buku sastra tergolong murah meski tebal-tebal. Ada yang cukup menarik perhatian saya. Buku apa judulnya saya lupa. Yang pasti pengarangnya Umar Kayam. Salah satu penulis yang saya masih penasaran.

Tapi setelah sekian lama, mengubek-ubek buku2 berdebu itu, saya temukan buku menarik. Pertamanya sih, dari segi cover tidak menarik sama sekali. Buku Du contract social ini terbitan Indonesia dengan Bilingual (Prancis-Indonesia) dan memasang cover jadul. Tapi menjadi menarik ketika membaca judulnya (Coy, buku itu yang menyebabkan Revolusi Perancis empat abad lalu). Aha! langsunglah saya tanya penjualnya. Tawar-tawar-tawar...akhirnya bungkus 25 ribu.

By the way, kalau masalah tawar-menawar di Jl Semarang, saya lumayan jago. Sebab saya tahu, orang-orang itu dengan semi mengira-ngira menentukan harga dari sebuah buku (karena mayoritas buku tidak punya label harga. Meskipun ada paling cuma tiruan. Tawar saja!). Jadi, mereka biasanya pasang margin besar. Tawarlah sampai setengah dari harga yang diajukan pertama kali. Kalau dia tidak mau, tinggal saja. Pasti nanti dipanggil lagi,"Mas, Mas, yaudah deh...". wehehehe *tawa kemenangan*. Meskipun tidak dipanggil lagi, anda tak perlu dongkol karena di toko lain (sebelahnya) pasti jual juga. Yah...itung-itung survey harga lah...

Saya ke jalan semarang tadinya hanya mencari buku latihan TOEFL. Tapi lama-lama, karena semakin banyaknya buku TOEFL di rumah (tapi gak pernah dikerjain), akhirnya saya beralih mencari buku-buku terbitan luar. Entah bahasa Inggris, Perancis, Jerman dll. Soalnya saya percaya, kalau mau pandai gramatikal maka memperbanyak baca buku (bukan latihan soal).

Saya punya satu langganan untuk buku-buku dari Amerika. Saya pernah beli buku The Final Day karangan duo penulis handal Bob Woodward dan Carl Bernstein dengan harga 35 ribu saja. Murah kan? Karena langganan, akhirnya setiap kali ke sana saya mampir ke tokonya dia. Tanpa banyak cingcong. "Bungkus Mbak...".

Oh iya, saya mau pamer juga. Dulu beli Les Miserable (english) juga dengan murah meriah. Pernah ada juga War and Peace-nya Tolstoy, eh...sayang saya lagi bokek waktu itu. Pas balik lagi ke toko itu, sayang sekali saudara-saudara, buku sudah digondol orang.

Soal buku Du Contract Social, hmm...saya lagi cari waktu buat baca. Tapi berhubung buku Voyage de Noces karya Ajip Rosidi -yang sebenarnya lebih sederhana bahasanya- belum selesai saya translate. Jadi, ya...ngantri dulu lah. (haduh...antrian yang ke berapa ya? banyak banget buku yang belum kebaca nih..sabar ya).

Oke, begitulah petualangan cinta saya.

Berbahagialah Di Sana

Aku pernah tulis puisi untuk almarhumah nenek yang menjadi Ibu keduaku kurun lima tahun belakangan ini.


(Hilang)

Wahai kau yang biasa duduk di pekarangan
Menunggui ibu penjual pembawa sayuran
Setelah lantai rumah tanpa berserakan
Memandangi langit dari kejauhan

Ini bukan pelayanan
Lebih tepat kasih sayang
Kepada para penghuni rumah
Yang kadang juga membangkang

Ah, yang benar saja
Di sekitarmu
Mengapa tak ada yang pandai berterimakasih?
Padahal kau sendiri, inti kehidupan kami

Saat yang pergi
Tak pernah kembali
Barulah kami menangisi
Air mata yang terlambat dibeli
Sengaja kami jual lagi
Meski sudah setengah basi

Tuhan bertanya
Maukah kukembalikan lagi?
Semua yang sudah berpindah
Kami pasti bilang,"Mau!"

Sayang,
Tuhan seperti tak ambil peduli
Kau terlambat
Begitu kata-Nya

Sekarang,
Kami hanya bisa mencari
Sesuatu yang hilang pergi
Yang tak mampu kita beli lagi
Kehadirannya di sisi kami



(Siapa lagi?)

Siapa lagi,
Yang siap sedia menghadap Gusti
Pada tengah malam buta

Siapa lagi,
Yang gemericik wudhunya
Membangunkan mimpi penghuni rumah

Siapa lagi,
Yang melipat kelambu
Saat cuaca masih dingin menggigil

Siapa lagi,
Yang bisa meneteskan mata
Berlama-lama membungkuk hadap kiblat

Siapa lagi,
Yang selalu menyesal
Setengah mati
Bila bangun "kesiangan" sedikit

Siapa lagi,
Yang pantang tidur kembali
Selepas ibadah yang melelahkan itu

Siapa lagi,
Yang memohonkan ampun
Pada tiap turunannya
Pada tiap ahli kuburnya
Pada tiap sahabat-sahabatnya

Jikalau umur yang memaksamu begitu
Tentu perkara itu bisa jadi biasa
Tapi kau lakukan sejak muda
Bahkan malaikat pun dibuat malu

Adakah makhluk sebegitu tekunnya?
Meski Tuhan tidak berpihak
Pada kesehatannya
Bukankah kekasih Tuhan berhak?

Siapa lagi?
Hah!

Tidurmu kini
Tidak lagi dibaluri doa
Rumahmu sekarang
Berhenti dari lalu-lalang malaikat

Siapa lagi yang mau meneruskan?
Mari kita teruskan!



(Saksi)

Aku lihat
Saat kau tertidur bahagia
Ya,
Di kasur itu

Aku jadi saksi
Terpejamnya matamu
Ya,
Di kasur itu

Aku dengar
Hembusan lirih nafasmu
Ya,
Di kasur itu

Aku merasa persis
Detak pelan jantungmu
Ya,
Di nadimu itu

Aku was-was
Bekunya badanmu
Ya,
Di nadimu itu

Aku panik
Kakunya jemarimu
Ya,
Di nadimu itu

Aku setia
Menjagamu
Walau
Tidak persis di sampingmu

Aku saksi
Saat kau naik mobil
Penjemput
Pindah ke alam lain

Aku pula saksi
Pundakku menggendongmu
Bukan pada tubuhmu
Pada sebuah keranda

Aku menyiapkan
Baju terakhirmu
Putih bersih mewangi
Belum bernoda

Aku membantu
Menurunkanmu
Pada tempat yang nyaman
Juga abadi
Sambil mengusap air mataku

Tangisku pecah
Gundukan meninggi
Nisan terpatri
Kita berpisah

Kini
Habislah penderitaan itu
Keluh yang setengah hati
Tersebut juga

Rasa syukurmu terlalu dalam
Hingga sanggup mengobati
Walau tak sepenuhnya
Kau tetap berterimakasih Gusti

Maafkan aku,
Aku hanya bisa jadi saksi
Sampai pada taman itu
Selebihnya kau bertanggung jawab

Aku yakin,
Tuhan berpihak pada hamba-Nya
Yang siang-malam menangis
Ingat penciptanya


(Ibu)

Kau tak turut mengandung
Hanya menyumbang darah
Itupun tidak kental
Aku bukan tulen Jawa

Tapi selang waktu
Jadilah kau ibu baruku
Meski kita baru bertemu
Setelah sekian lama sekedar berlalu

Kasih sayangmu
Sama saja
Seperti Ibu kandungku
Terlalu istimewa buatku

Tak terasa waktu berlalu
Kita dipenuhi cerita masa lalu
Aku mendengarkan penuh haru
Aku benar-benar bangga padamu!

Kita ternyata cocok
Kita ternyata menyatu
Membuat orang tidak mengerti
Bagaimana cara kita komunikasi

Wahai, orang yang bertanya-tanya
Ketahuilah
Kami berbicara melalui hati
Yang jernih satu sama lain

Saling menyayangi
Bahasa paling sederhana
Saling memahami
Bahasa paling indah

Tapi,
Semenjak bunyi-bunyian
Sirna dari telinga
Aku mencari-cari

Tak mungkin
Aku berbicara
Pada televisi
Yang berbunyi, tapi bisu

Tak mungkin
Aku berbicara
Pada tembok
Yang tegap, tapi tak berekspresi

Tak mungkin
Aku berbicara
Pada sapu
Yang kugenggam, tapi miskin belas kasih

Aku kecewa
Lantaran tak berlawan bicara
Aku sedih
Hanya bisa mengajak bicara
Sebuah alat bantu dengar
Yang sudah pasti bisu
Sambil berharap
Ada yang mau mendengar
Meski dari jauh


(Maaf)

Buat apa kata maaf
Kalau tak disampaikan
Pada Sohibul maaf
Mubazir

Tapi bagaimana bisa
Bila sohibul maaf
Tak lagi ada

Tuhan,
Bisakah kau sampaikan
Satu kata ini

Hanya satu kata saja
Betapa mirisnya hati kami
Sampai kata ini tak tersampaikan

Meski semua itu terputus
Saat kita berpisah
Tentu Tuhan punya kebijaksanaan
Kepada ketulusan
Aku titipkan sebuah kata
Maaf!


(Renta)

Semua orang kembali renta
Tak peduli hartamu berapa
Itu sudah suratan
Tanpa bisa menanggalkan

Umur yang kau rayakan
Adalah pertanda bencana