Aku bawa spanduk. Lalu pergi ke sebuah gedung. Setelah sampai, aku kaget. Kok tinggi sekali gedung itu. Wih, puncaknya saja tidak kelihatan. Aku bertanya-tanya, siapa yang punya? Pasti kaya banget ini orang. Tidak murah. Rumahku saja, tipe 21, sudah 100 juta. Apalagi ini. Gedung bertingkat. Yang lantai tertingginya tertutup awan.
Aku bawa TOA. Pengeras suara yang terkenal itu lho. Niatnya mau teriak-teriak. Tapi pas sampai di TKP, lidahku kelu. Aku panas dalam. Gigi cekot-cekot. Lidah sariawan. Aku gagap. Jauh dari bayanganku. Gagap gempita. Murah meriah. Semangat membara.
Aku bawa odol. Bodohnya, ditaruh di mata. Ssstt, itu bukan bodoh. Tapi cerdik. Sekedar jaga-jaga. Aku pikir akan ada sekompi tentara. Bawa-bawa senjata kosongan. Itu kata mereka. Padahal di truk, ada selusin magazin. Tapi aku tidak takut. Gitu doang gampang. Aku berani menantang. Aku cuma takut satu: Gas Air Mata. Yah...sama saja, itu takut namanya.
Kejadian memanas. Aku adu fisik. Saling dorong. Sama pagar. Yah, itulah kecewanya aku. Ternyata tentara tidak ada yang datang. Pengecut kali. Padahal bayanganku mengatakan, kejadian tahun 65 dan 98 akan berulang. Tapi nihil.
Makannya, aku dobrak pagar saja. Daripada tidak ada kerjaan? Siapa tahu masuk TV. Kan, TV senangnya dengan yang ribut-ribut. Kata mereka, bad news is good news. Jadi semakin chaos, semakin asyik. Aku mah bertindak sesuai order saja.
Tapi nyatanya, tak ada satu kamera pun merekam. Lagi-lagi nihil.
Apa?! Nihil lagi. Aku gagal jadi bintang. Semua orang kenapa acuh? Tampilanku sudah cukup menarik. Singkatnya, revolusioner. Aku bisa bernyanyi lantang. Spandukku warna-warni. Mukaku sudah dicoret-coret. Lariku cepat. Dan yang paling keren. Odol di dekat bulu mataku. Cool!
Aku duduk di depan pagar. Pagar yang melindungi gedung tinggi itu. Aku lelah. Capek teriak-teriak. Pundakku pegal mendobrak. Tapi, kau tidak mau sekedar menemuiku. Tolonglah, ini suara nurani. Dari tempat terbaik, dan dari manusia yang paling menderita. Ada baiknya didengar. Meski kupingmu buntu.
Ehm-ehm. Dalam demo ini, aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu. Ya, kamu yang ada di gedung itu. Aku cuma pengen bilang...hmmm, sebentar, aku malu. Wajahku merah. Sebentar ya, aku butuh waktu. Nafasku masih sengal. Aku...A..A..Aku, cuma mau bilang sesuatu... Tolong didengar ya.
AKU CINTA KAMU!
Aku bawa TOA. Pengeras suara yang terkenal itu lho. Niatnya mau teriak-teriak. Tapi pas sampai di TKP, lidahku kelu. Aku panas dalam. Gigi cekot-cekot. Lidah sariawan. Aku gagap. Jauh dari bayanganku. Gagap gempita. Murah meriah. Semangat membara.
Aku bawa odol. Bodohnya, ditaruh di mata. Ssstt, itu bukan bodoh. Tapi cerdik. Sekedar jaga-jaga. Aku pikir akan ada sekompi tentara. Bawa-bawa senjata kosongan. Itu kata mereka. Padahal di truk, ada selusin magazin. Tapi aku tidak takut. Gitu doang gampang. Aku berani menantang. Aku cuma takut satu: Gas Air Mata. Yah...sama saja, itu takut namanya.
Kejadian memanas. Aku adu fisik. Saling dorong. Sama pagar. Yah, itulah kecewanya aku. Ternyata tentara tidak ada yang datang. Pengecut kali. Padahal bayanganku mengatakan, kejadian tahun 65 dan 98 akan berulang. Tapi nihil.
Makannya, aku dobrak pagar saja. Daripada tidak ada kerjaan? Siapa tahu masuk TV. Kan, TV senangnya dengan yang ribut-ribut. Kata mereka, bad news is good news. Jadi semakin chaos, semakin asyik. Aku mah bertindak sesuai order saja.
Tapi nyatanya, tak ada satu kamera pun merekam. Lagi-lagi nihil.
Apa?! Nihil lagi. Aku gagal jadi bintang. Semua orang kenapa acuh? Tampilanku sudah cukup menarik. Singkatnya, revolusioner. Aku bisa bernyanyi lantang. Spandukku warna-warni. Mukaku sudah dicoret-coret. Lariku cepat. Dan yang paling keren. Odol di dekat bulu mataku. Cool!
Aku duduk di depan pagar. Pagar yang melindungi gedung tinggi itu. Aku lelah. Capek teriak-teriak. Pundakku pegal mendobrak. Tapi, kau tidak mau sekedar menemuiku. Tolonglah, ini suara nurani. Dari tempat terbaik, dan dari manusia yang paling menderita. Ada baiknya didengar. Meski kupingmu buntu.
Ehm-ehm. Dalam demo ini, aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu. Ya, kamu yang ada di gedung itu. Aku cuma pengen bilang...hmmm, sebentar, aku malu. Wajahku merah. Sebentar ya, aku butuh waktu. Nafasku masih sengal. Aku...A..A..Aku, cuma mau bilang sesuatu... Tolong didengar ya.
AKU CINTA KAMU!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar