Gua nggak maen resolusi-resolusian di tahun baru ini. Sebenarnya udah lama gua gak care sama sekali dengan tahun baru, ulang tahun, dan segala hal yang berbau seremoni. Karena tiap hari bagi gua, penuh dengan resolusi atawa harapan. Pengalaman gua, pahit getir hidup gua, alhamdulillah udah membuat gua lebih berpikir dewasa. Gua makin bersyukur atas tiap ujian. Sehingga makin kuatlah dalam jiwa gua, kalau the world is nothing like we thought it was.
Gua baca blognya Ade. Iseng sih. Tapi gua baca sampai hampir nangis terharu. Gua senang kalo hidup temen-temen gua udah pada lumayan lah (ketimbang gua, hehehe). Di sana dia nulis banyak resolusi. Dan gua selalu berdoa yang terbaik buat temen-temen gua.
Gua jadi mikir, penting gak sih resolusi itu. Karena target gua ternyata meleset semua. Dan hebatnya, melesetnya adalah mendapatkan hal yang lebih baik. Gua bersyukur banget. Gua selalu yakin dengan ayat "mendapat rezeki dari arah yang tidak diduga-duga". Yakin sangat!
Boleh dibilang, gua seorang pemimpi/pembual/penghayal paling jago sedunia. Gua bukan seorang fatalis yang menyerah pada keadaan. Meskipun gua sering banget menghadapi kenyataan dimana semua mimpi gua bangkrut tak bersisa sedikitpun laba. Kecipratannya aja gak pernah.
Contoh ya. Gua dulu pengen masuk SMPN 1 Auri yang bahasa gaulnya disebut ONAR (One Auri). Pilihan itu lebih disebabkan ikut-ikutan, karena temen gua banyak yang ke sana, abis itu sekolahnya juga deket sama SD gua. Eh, ternyata gua sekolah di SMPN 3 Depok yang bahasa gaulnya Bento atau Benteng Barito karena sekolah gua luaaaasss banget, terus temboknya puanjang kayak benteng kompeni belande. Alhamdulillah Bento jauh lebih keren. Unggulan se-Depok cuy!
Gua dulu pengen masuk SMAN 1 Depok (yang katanya unggulan sedunia akherat itu. Yang konon juga, kalo udah sekolah di situ bakal dapat jaminan ke UI. Dalam hati gua nyelatu, "Emang UI punya nenek moyang lo?? haha"). Eh, gua malah sekolah di Jakarta. Gedungnya jauh lebih bagus, anak-anaknya jauh lebih gaul, dan yang paling penting, sekolah itu adalah sekolah dengan lulusan terbaik se-Jakarta (meskipun passing grade-nya tetap di bawah SMAN 8, SMAN 28, dll).
Contoh lain. Kenapa dulu gua milih ekskul Rohis. Kan aneh?? hehe. Sekarang keterusan deh, meskipun gua gak pernah megang jabatan penting di dunia organisasi. Gua masih seperti yang dulu. Tetap hobi tidur-tiduran di masjid. Abisnya adem sih, hohoho.
Contoh lain. Kenapa dulu gua milih ekskul Rohis. Kan aneh?? hehe. Sekarang keterusan deh, meskipun gua gak pernah megang jabatan penting di dunia organisasi. Gua masih seperti yang dulu. Tetap hobi tidur-tiduran di masjid. Abisnya adem sih, hohoho.
Contoh lain. Gua pengen masuk Akmil. Sialnya, udah latian sampe perut gua sixpack, eh kagak diterima. Terus gua pindah mimpi, pengen masuk ITB dan UI. Eh, gua sekarang malah kuliah nun jauh di sana, ninggalin temen-temen gua. Geblek...gua kuliah di ITS, kampus yang gak gua bayangin sebelumnya. Tapi, gua bersyukur karena gua kuliah di sebuah kampus paling hebat, paling unggulan, paling keren, dan paling berkualitas se.........Keputih dan sekitarnya. haha.
Pas kuliah, gua pengen lulus 3,5 tahun dengan predikat kumlot. Pas semester satu dapet IP 2,7 (berbarengan dengan Fisdas dapet E), gua udah mulai mengubur cita-cita. Mimpi gua ganti jadi, empat tahun lulus dengan IPK 3,... Eh, sekali lagi saudara-saudara, ternyata IP gua sampe semester 5, kagak pernah tiga. Masya Allah...kok jek gobloke aku iki. Gua baru ngerasa IPK di atas tiga, pas semester 6. Itupun IPS 3,01 (pelit banget sih yang ngasih IP). Sekarang? Gile...standar mimpi udah gua turunin sampai ke dasar neraka, haha. "Nggak muluk-muluk, yang penting lulus. Bodo amet dah...".
Tapi mamen, gua dapet imbalan yang pas. Di kampus gua bertemu banyak orang yang merubah paradigma gua. Gua pernah jadi Mawastress. Gua pernah go abroad. Gua pernah ndirikan beberapa komunitas sesat (haha). Gua belajar ngorganisir gerakan bawah tanah, bersama para cacing tanah, ular tanah, belatung dan undur-undur. Gua belajar pablik spiking. Gua belajar jurnalisme, sekaligus belajar nulis. Gua belajar filsafat. Gua pernah menjadi ekstrim kanan sekaligus ekstrim kiri. Gua mengagumi Abdullah Azzam, di sisi lain gua mengagumi ajaran setan dari Karl Marx. Kekayaan intelektual gua, gak jauh beda dengan kekayaan intelektual temen-temen gua yang kumlot-kumlot itu. Bedanya, mereka hanya paham satu bidang, gua paham di banyak bidang (tapi gak ada yang sampai ekspert). Yang pasti gua gak nyesel selama hidup di kampus. Minimal, kalau gua punya anak nanti dan kuliah di ITS (semoga saja tidak), gua punya banyak cerita sesat yang harus dia dengarkan (kalau gak mau dengar, gua pecat sebagai anak, hahaha).
Apa cita-cita gua ke depan?
Gua pengen sekolah yang tuingggii sampe kepala gua kejedot.
Apa gua gak khawatir kalau cita-cita gua meleset lagi?
Apa gua gak khawatir kalau cita-cita gua meleset lagi?
Gua tetep yakin kok. Meskipun meleset, paling gak jauh-jauh. Misalnya, kalau gua punya cita-cita kuliah di Perancis, Inggris, ataupun Jerman. Yah, paling meleset-melesetnya, gua kuliah di Zimbabwe, Mozambik, atau Zaire (ini mau belajar atau mau latihan survival di tengah hutan sih?haha).
Cita-cita yang lain?
Cita-cita yang lain?
"Rahassssiiaaaa..."
Entar gua kasih tahu kalau cita-cita gua udah meleset semua. Paling dalam waktu dekat ini. Kepelesetnya makin jauh, makin seru lho. hehehe. Mudah-mudahan gua masih tetap konsisten mengumandangkan doa andalan gua. "Ya Allah berikan saya yang terbaik. Kalau misalnya kuliah di Inggris, Perancis, dan Jerman adalah yang terbaik, maka mudahkanlah, cepatkanlah, dan jangan ragu meluluskannya. Kalau misalnya kuliah (perdukunan) di Zimbabwe, Mozambik, dan Zaire adalah pilihan yang buruk, maka jauhkanlah, singkirkanlah, dan jangan sesatkan kami dalam kesesatan kuadrat."
komentar: ketika Bahtiar menengadah ke langit, maka antara doa dan menodong sudah tidak ada bedanya lagi. hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar