"Tiada satu nabi pun yang berlalu tanpa suatu ujian. Justru mereka mendapat tempat terhormat karena itu."
Saya merenungi lagi kata-kata tersebut. Dalam batin saya ada dua pilihan hidup. Keduanya pahit. Bahkan terlalu pahit. Tapi saya tersenyum saja. Saya tidak merasa terbebani. Malah dalam hati saya, ada sebuah keyakinan yang tumbuh entah dari mana asalnya.
Sekarang, saya berada dalam tahap baru. Tahap -yang katanya- lebih berat. Saya harus bersedia dipanggang hidup-hidup dalam tungku modernitas. Saya dipaksa ikut arus. Padahal saya tidak mau. Kenapa? Sebab saya sedang berada di dalam sampan yang saya buat sendiri. Saya ingin mengerahkan kemudi ke sebuah tempat yang tak terlihat. Tempat nun jauh di sana. Dimana saya bisa memilikinya tanpa ada gangguan.
Duniaku, kemana perginya kamu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar